Peluang AI Menggeser Posisi Hakim di Pengadilan Bagaimana Pandangan Dalam Islam?
Sita Amalia
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Kediri sitaamaliaramadhani@gmail.com
Abstrak
Reporting from Stanford Computer Science, artificial intelligence (AI) or artificial intelligence is the science and engineering of making intelligent machines, involving mechanisms for carrying out a task using a computer. So that artificial intelligence is a technology that enables computer systems, software, programs and robots to “think” intelligently like humans. Artificial intelligence of a machine is created by humans through complex programming algorithms. The use of artificial intelligence (AI) in the legal system has received widespread attention in recent years. One controversial aspect is the possibility of AI displacing judges in court. While AI offers the potential to improve efficiency and fairness, these changes also pose challenges that need to be considered.
The source of Islamic law is a primary reference or basis in making Islamic law. The source of Islamic law, meaning something that is the subject of Islamic teachings. The source of Islamic law is dynamic, true and absolute, and has never experienced stagnation, mortality or destruction. As for Islamic law, namely the Al-Qur’an, Hadits, and Ijtihad
KeyWords : Artificial Intelligence, The Legal System, Controversial Aspect, Islamic Law.
Pendahuluan :
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence adalah cabang ilmu komputer yang berhubungan dengan bagaimana manusia mengetahui, memahami, memprediksi dan memanipulasi hal-hal yang lebih besar dan kompleks dari sebelumnya (Budiharto & Suhartono). Kecerdasan buatan diklasifikasikan menjadi Narrow AI dan Strong AI, dua kategori ini juga dikenal sebagai Artificial General Intelligence. Narrow AI adalah sistem yang dilatih untuk melakukan tugas tertentu. AI ini tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pemikiran analitis dan penalaran (Alaire et al., 2018; Semmler & Rose, 2017). Strong AI didefinisikan sebagai sistem yang mampu bernalar seperti manusia, dengan kemampuan menarik kesimpulan analitis yang kompleks.
Untuk Indonesia sendiri belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang AI, sehingga status hukum AI di Indonesia masih memerlukan pengaturan yang detail dan lebih lanjut. Bilamana kecerdasan buatan digunakan untuk menggantikan peran hakim di pengadilan, maka akan timbul pertanyaan apakah ini berarti kecerdasan buatan dianggap sebagai subjek hukum dengan hak dan kewajiban seperti manusia.
Pembahasan :
Menurut Pasal 11 ayat (8) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008, agen elektronik adalah perangkat sistem elektronik yang dibuat untuk menanggapi informasi elektronik yang dimiliki secara otomatis oleh orang tertentu. Meskipun kata “kecerdasan buatan” tidak disebutkan, istilah agen elektronik secara implisit dapat didefinisikan sebagai bagian dari kecerdasan buatan. Kembali ke topik utama artikel ini: apakah kecerdasan buatan berpeluang menggantikan posisi hakim di pengadilan? Dan haruskah profesi ini benar-benar diambil alih oleh kecerdasan buatan demi terciptanya proses hukum yang lebih efisien? Dan Bagaimana Islam Menaggapi?
Untuk menjawab pertanyaan pertama, beberapa negara telah mengintegrasikan AI ke dalam lembaga hukum, seperti Robot Judge yang ditemukan oleh Estonia, Pengacara Chatbot berdasarkan program DoNotPay yang dirilis pada tahun 2014 di Amerika sebagai pengacara AI pertama di dunia, dan AI sebagai hakim di cyber court di Hangzhou, China pada 2017. Bukti ini menunjukkan bahwa AI memiliki kemampuan untuk menggantikan dan mendampingi hakim di pengadilan. Namun, saya tidak bisa menerima sugesti bahwa AI seharusnya mengambil alih profesi kehakiman.
Hakim AI menggunakan basis data kasus masa lalu yang luas untuk memprediksi keputusan kasus di masa mendatang, dan hakim AI mempertimbangkan kesalahan masa lalu dan bias implisit dari kasus sebelumnya. Kecerdasan buatan juga tidak memiliki kemampuan untuk beradaptasi secara fleksibel dengan kebiasaan sosial yang saat ini berlaku di masyarakat atau mengkalibrasi ulang kesalahan masa lalu. Kecerdasan buatan tidak dapat berpikir secara abstrak dan membuat argumen analitis (Becerra, 2018).
Berdasarkan perkembangan daya komputasi saat ini, kecerdasan buatan tidak memiliki kesadaran diri atau kemampuan untuk memahami kesadaran (Becerra, 2018). Ini adalah keterbatasan utama yang dimiliki sistem AI. Sistem kecerdasan buatan kurang memiliki kemampuan berpikir kreatif yang sangat penting dalam proses memecahkan masalah (Leg & Bell, 2019). Di sisi lain, masalah hukum tanpa kasus hukum dan preseden yang ada merupakan tantangan bagi sistem AI.
Sekalipun AI mampu bertindak secara akurat, teknologi tersebut tidak dapat melakukan interpretasi hukum. Selain itu, keterampilan seperti kemampuan untuk berperkara di berbagai yurisdiksi dengan berbagai jenis sistem hukum, budaya, keterampilan linguistik, dan kemampuan untuk memahami berbagai konteks sosial saat ini berada di luar jangkauan AI (Campbell, 2016). Maka dari itu diharapkan profesi hakim tetap dijalankan sepenuhnya oleh para praktisi hukum manusia yang cakap dalam bidangnya untuk menegakkan keadilan.
Antara keuntungan dan tantangan yang didapat dari Teknologi AI dalam posisi hakim dapat dirigkas sebagai berikut :
- Peningkatan Efisiensi : AI dapat mengotomatisasi beberapa tugas yang biasanya dilakukan oleh hakim, seperti analisis bukti, penelitian hukum, dan pengambilan keputusan. Hal ini dapat menghemat waktu dan sumber daya, mempercepat proses peradilan, dan mengurangi beban kerja hakim.
- Keputusan yang Lebih Objektif : AI dapat membantu mengurangi bias manusia dalam pengambilan keputusan hukum dengan mendasarkan keputusan pada data dan algoritma yang obyektif. Ini dapat membawa keadilan yang lebih konsisten dan meredakan kekhawatiran akan pengaruh subjektivitas individu dalam proses pengadilan.
- Tantangan Hukum dan Etika : Penggunaan AI di pengadilan juga menimbulkan sejumlah tantangan hukum dan etika. Pertanyaan mendasar meliputi: apakah AI dapat sepenuhnya menggantikan peran hakim? Bagaimana menjaga keamanan dan privasi data yang sensitif? Bagaimana menangani pertanggungjawaban dan akuntabilitas jika terjadi kegagalan AI?
- Pengaruh Terhadap Profesi Hukum : Perubahan ini berpotensi mengubah lanskap profesi hukum. Hakim dan pengacara mungkin perlu mengembangkan keterampilan baru dalam bekerja dengan AI, seperti pemahaman tentang algoritma dan etika AI. Selain itu, mungkin diperlukan kebijakan dan regulasi yang jelas untuk mengatur penggunaan AI di pengadilan.
- Perlu Kolaborasi Manusia dan AI : Sementara AI dapat menjadi alat yang berharga, perlu diingat bahwa AI tidak dapat menggantikan kebijaksanaan, empati, dan keahlian manusia. Kolaborasi yang efektif antara hakim dan AI mungkin merupakan pendekatan terbaik untuk mencapai hasil yang optimal di pengadilan.
- Peningkatan Efisiensi : AI dapat mengotomatisasi beberapa tugas yang biasanya dilakukan oleh hakim, seperti analisis bukti, penelitian hukum, dan pengambilan keputusan. Hal ini dapat menghemat waktu dan sumber daya, mempercepat proses peradilan, dan mengurangi beban kerja hakim.
- Keputusan yang Lebih Objektif : AI dapat membantu mengurangi bias manusia dalam pengambilan keputusan hukum dengan mendasarkan keputusan pada data dan algoritma yang obyektif. Ini dapat membawa keadilan yang lebih konsisten dan meredakan kekhawatiran akan pengaruh subjektivitas individu dalam proses pengadilan.
- Tantangan Hukum dan Etika : Penggunaan AI di pengadilan juga menimbulkan sejumlah tantangan hukum dan etika. Pertanyaan mendasar meliputi: apakah AI dapat sepenuhnya menggantikan peran hakim? Bagaimana menjaga keamanan dan privasi data yang sensitif? Bagaimana menangani pertanggungjawaban dan akuntabilitas jika terjadi kegagalan AI?
- Pengaruh Terhadap Profesi Hukum : Perubahan ini berpotensi mengubah lanskap profesi hukum. Hakim dan pengacara mungkin perlu mengembangkan keterampilan baru dalam bekerja dengan AI, seperti pemahaman tentang algoritma dan etika AI. Selain itu, mungkin diperlukan kebijakan dan regulasi yang jelas untuk mengatur penggunaan AI di pengadilan.
- Perlu Kolaborasi Manusia dan AI : Sementara AI dapat menjadi alat yang berharga, perlu diingat bahwa AI tidak dapat menggantikan kebijaksanaan, empati, dan keahlian manusia. Kolaborasi yang efektif antara hakim dan AI mungkin merupakan pendekatan terbaik untuk mencapai hasil yang optimal di pengadilan.
Dalam islam sendiri, alquran tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern, justru islam sangat mendukung kemajuan umatnya untuk melakukan penelitian dan bereksperimen dalam bidang apapun termasuk dalam bidang teknologi. Bagi islam, teknologi merupakan bagian dari ayat-ayat allah yang perlu kita gali dan kita cari kebenarannya, misalnya dalam ayat alquran dibawah ini yang artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-si. Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. QS. Ali-Imran: 190-191). Arti ayat diatas menjelaskan bahwa semua yang ada dilangit dan bumi yang penuh misteri ini dapat kita mencari tahu kebenarannya dengan melakukan penelitian-penelitian yang kita lakukan.
Kita sebagai umat islam melakukan penenlitian tersebut diharapkan dapat membantu manusia dalam mencari kemudahan hidup baik didunia maupun diakhirat dalam bidang apapun termasuk teknologi. Selain banyak memuat tentang pentingnya pengembangan sains, Alquran juga dapat dijadikan sebagai inspirasi ilmu dan pengembangan wawasan berpikir sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam kehidupan. Hanya saja, untuk menemukan hal tersebut, dibutuhkan kemampuan untuk menggalinya secara lebih mendalam agar potensi alamiah yang diberikan Tuhan dapat memberikan kemaslahatan sepenuhnya bagi keselarasan alam dan manusia.
Kesimpulan :
Peluang AI menggeser posisi hakim di pengadilan menghadirkan manfaat dan tantangan yang perlu diperhatikan secara serius. Dalam penggunaannya, perlu menjaga keseimbangan antara efisiensi, keadilan, dan aspek hukum serta etika. Penting untuk memastikan bahwa penggunaan AI didasarkan pada prinsip-prinsip yang memperkuat sistem peradilan dan mendorong kepercayaan publik. Pandangan islam terhadap teknologi AI yang berkembang saat ini merupakan sebuah hal yang lumrah, karena perkembangan zaman yang semakin maju dan berkembang dan memang islam mengajarkan kita sebagai umatnya untuk selalu mencari tahu semua kebenaran yang ada didunia ini sesuai dengan syariat islam yang berlaku. Dan islam tidak pernah menutup diri untuk menerima modernsiasi dari sebuah perkembangan zaman. Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi saat ini dapat kita terima sebagai umat islam, selama masih sesuai dengan ajaran-ajaran islam yang bersumber dari Al-Quran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Maka dari itu diharapkan profesi hakim tetap dijalankan sepenuhnya oleh para praktisi hukum manusia yang cakap dalam bidangnya untuk menegakkan keadilan.
0 Comments