Peluang AI Menggeser Posisi Hakim di Pengadilan Bagaimana Pandangan Dalam Islam? 

Uploaded by ZakaFahmi

May 23, 2023

Peluang AI Menggeser Posisi Hakim di Pengadilan Bagaimana Pandangan Dalam Islam? 

Sita Amalia 

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Kediri sitaamaliaramadhani@gmail.com 

Abstrak 

Reporting from Stanford Computer Science, artificial intelligence (AI) or artificial intelligence  is the science and engineering of making intelligent machines, involving mechanisms for  carrying out a task using a computer. So that artificial intelligence is a technology that enables  computer systems, software, programs and robots to “think” intelligently like humans.  Artificial intelligence of a machine is created by humans through complex programming  algorithms. The use of artificial intelligence (AI) in the legal system has received widespread  attention in recent years. One controversial aspect is the possibility of AI displacing judges in  court. While AI offers the potential to improve efficiency and fairness, these changes also pose  challenges that need to be considered. 

The source of Islamic law is a primary reference or basis in making Islamic law. The source of  Islamic law, meaning something that is the subject of Islamic teachings. The source of Islamic  law is dynamic, true and absolute, and has never experienced stagnation, mortality or  destruction. As for Islamic law, namely the Al-Qur’an, Hadits, and Ijtihad 

KeyWords : Artificial Intelligence, The Legal System, Controversial Aspect, Islamic Law. 

Pendahuluan : 

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence adalah cabang ilmu komputer yang  berhubungan dengan bagaimana manusia mengetahui, memahami, memprediksi dan  memanipulasi hal-hal yang lebih besar dan kompleks dari sebelumnya (Budiharto &  Suhartono). Kecerdasan buatan diklasifikasikan menjadi Narrow AI dan Strong AI, dua  kategori ini juga dikenal sebagai Artificial General Intelligence. Narrow AI adalah sistem yang  dilatih untuk melakukan tugas tertentu. AI ini tidak memiliki kemampuan untuk melakukan  pemikiran analitis dan penalaran (Alaire et al., 2018; Semmler & Rose, 2017). Strong AI  didefinisikan sebagai sistem yang mampu bernalar seperti manusia, dengan kemampuan  menarik kesimpulan analitis yang kompleks.

Untuk Indonesia sendiri belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur  tentang AI, sehingga status hukum AI di Indonesia masih memerlukan pengaturan yang detail  dan lebih lanjut. Bilamana kecerdasan buatan digunakan untuk menggantikan peran hakim di  pengadilan, maka akan timbul pertanyaan apakah ini berarti kecerdasan buatan dianggap  sebagai subjek hukum dengan hak dan kewajiban seperti manusia. 

Pembahasan : 

Menurut Pasal 11 ayat (8) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11  Tahun 2008, agen elektronik adalah perangkat sistem elektronik yang dibuat untuk menanggapi  informasi elektronik yang dimiliki secara otomatis oleh orang tertentu. Meskipun kata  “kecerdasan buatan” tidak disebutkan, istilah agen elektronik secara implisit dapat  didefinisikan sebagai bagian dari kecerdasan buatan. Kembali ke topik utama artikel ini:  apakah kecerdasan buatan berpeluang menggantikan posisi hakim di pengadilan? Dan  haruskah profesi ini benar-benar diambil alih oleh kecerdasan buatan demi terciptanya proses  hukum yang lebih efisien? Dan Bagaimana Islam Menaggapi? 

Baca juga :   Risiko Kurangnya Produktivitas Manusia akibat Kemajuan Teknologi AI Terbaru

Untuk menjawab pertanyaan pertama, beberapa negara telah mengintegrasikan AI ke  dalam lembaga hukum, seperti Robot Judge yang ditemukan oleh Estonia, Pengacara Chatbot  berdasarkan program DoNotPay yang dirilis pada tahun 2014 di Amerika sebagai pengacara  AI pertama di dunia, dan AI sebagai hakim di cyber court di Hangzhou, China pada 2017. Bukti  ini menunjukkan bahwa AI memiliki kemampuan untuk menggantikan dan mendampingi  hakim di pengadilan. Namun, saya tidak bisa menerima sugesti bahwa AI seharusnya  mengambil alih profesi kehakiman. 

Hakim AI menggunakan basis data kasus masa lalu yang luas untuk memprediksi  keputusan kasus di masa mendatang, dan hakim AI mempertimbangkan kesalahan masa lalu  dan bias implisit dari kasus sebelumnya. Kecerdasan buatan juga tidak memiliki kemampuan  untuk beradaptasi secara fleksibel dengan kebiasaan sosial yang saat ini berlaku di masyarakat  atau mengkalibrasi ulang kesalahan masa lalu. Kecerdasan buatan tidak dapat berpikir secara  abstrak dan membuat argumen analitis (Becerra, 2018). 

Berdasarkan perkembangan daya komputasi saat ini, kecerdasan buatan tidak memiliki  kesadaran diri atau kemampuan untuk memahami kesadaran (Becerra, 2018). Ini adalah  keterbatasan utama yang dimiliki sistem AI. Sistem kecerdasan buatan kurang memiliki  kemampuan berpikir kreatif yang sangat penting dalam proses memecahkan masalah (Leg &  Bell, 2019). Di sisi lain, masalah hukum tanpa kasus hukum dan preseden yang ada merupakan  tantangan bagi sistem AI.

Sekalipun AI mampu bertindak secara akurat, teknologi tersebut tidak dapat melakukan  interpretasi hukum. Selain itu, keterampilan seperti kemampuan untuk berperkara di berbagai  yurisdiksi dengan berbagai jenis sistem hukum, budaya, keterampilan linguistik, dan  kemampuan untuk memahami berbagai konteks sosial saat ini berada di luar jangkauan AI  (Campbell, 2016). Maka dari itu diharapkan profesi hakim tetap dijalankan sepenuhnya oleh  para praktisi hukum manusia yang cakap dalam bidangnya untuk menegakkan keadilan. 

Antara keuntungan dan tantangan yang didapat dari Teknologi AI dalam posisi hakim dapat  dirigkas sebagai berikut : 

  1. Peningkatan Efisiensi : AI dapat mengotomatisasi beberapa tugas yang biasanya dilakukan  oleh hakim, seperti analisis bukti, penelitian hukum, dan pengambilan keputusan. Hal ini  dapat menghemat waktu dan sumber daya, mempercepat proses peradilan, dan mengurangi  beban kerja hakim. 
  2. Keputusan yang Lebih Objektif : AI dapat membantu mengurangi bias manusia dalam  pengambilan keputusan hukum dengan mendasarkan keputusan pada data dan algoritma  yang obyektif. Ini dapat membawa keadilan yang lebih konsisten dan meredakan  kekhawatiran akan pengaruh subjektivitas individu dalam proses pengadilan. 
  3. Tantangan Hukum dan Etika : Penggunaan AI di pengadilan juga menimbulkan sejumlah  tantangan hukum dan etika. Pertanyaan mendasar meliputi: apakah AI dapat sepenuhnya  menggantikan peran hakim? Bagaimana menjaga keamanan dan privasi data yang sensitif?  Bagaimana menangani pertanggungjawaban dan akuntabilitas jika terjadi kegagalan AI? 
  4. Pengaruh Terhadap Profesi Hukum : Perubahan ini berpotensi mengubah lanskap profesi  hukum. Hakim dan pengacara mungkin perlu mengembangkan keterampilan baru dalam  bekerja dengan AI, seperti pemahaman tentang algoritma dan etika AI. Selain itu, mungkin  diperlukan kebijakan dan regulasi yang jelas untuk mengatur penggunaan AI di pengadilan. 
  5. Perlu Kolaborasi Manusia dan AI : Sementara AI dapat menjadi alat yang berharga, perlu  diingat bahwa AI tidak dapat menggantikan kebijaksanaan, empati, dan keahlian manusia.  Kolaborasi yang efektif antara hakim dan AI mungkin merupakan pendekatan terbaik untuk  mencapai hasil yang optimal di pengadilan. 
  6. Peningkatan Efisiensi : AI dapat mengotomatisasi beberapa tugas yang biasanya dilakukan oleh hakim, seperti analisis bukti, penelitian hukum, dan pengambilan keputusan. Hal ini  dapat menghemat waktu dan sumber daya, mempercepat proses peradilan, dan mengurangi  beban kerja hakim. 
  7. Keputusan yang Lebih Objektif : AI dapat membantu mengurangi bias manusia dalam  pengambilan keputusan hukum dengan mendasarkan keputusan pada data dan algoritma  yang obyektif. Ini dapat membawa keadilan yang lebih konsisten dan meredakan  kekhawatiran akan pengaruh subjektivitas individu dalam proses pengadilan.
  8. Tantangan Hukum dan Etika : Penggunaan AI di pengadilan juga menimbulkan sejumlah  tantangan hukum dan etika. Pertanyaan mendasar meliputi: apakah AI dapat sepenuhnya  menggantikan peran hakim? Bagaimana menjaga keamanan dan privasi data yang sensitif?  Bagaimana menangani pertanggungjawaban dan akuntabilitas jika terjadi kegagalan AI? 
  9. Pengaruh Terhadap Profesi Hukum : Perubahan ini berpotensi mengubah lanskap profesi  hukum. Hakim dan pengacara mungkin perlu mengembangkan keterampilan baru dalam  bekerja dengan AI, seperti pemahaman tentang algoritma dan etika AI. Selain itu, mungkin  diperlukan kebijakan dan regulasi yang jelas untuk mengatur penggunaan AI di pengadilan. 
  10. Perlu Kolaborasi Manusia dan AI : Sementara AI dapat menjadi alat yang berharga, perlu  diingat bahwa AI tidak dapat menggantikan kebijaksanaan, empati, dan keahlian manusia.  Kolaborasi yang efektif antara hakim dan AI mungkin merupakan pendekatan terbaik untuk  mencapai hasil yang optimal di pengadilan. 
Baca juga :   Teknologi Mesin dalam MotoGP Italia

Dalam islam sendiri, alquran tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan  modern, justru islam sangat mendukung kemajuan umatnya untuk melakukan penelitian dan  bereksperimen dalam bidang apapun termasuk dalam bidang teknologi. Bagi islam, teknologi  merupakan bagian dari ayat-ayat allah yang perlu kita gali dan kita cari kebenarannya, misalnya  dalam ayat alquran dibawah ini yang artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan  bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang  berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam  keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):  “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-si. Maha Suci Engkau, Maka  peliharalah kami dari siksa neraka. QS. Ali-Imran: 190-191). Arti ayat diatas menjelaskan  bahwa semua yang ada dilangit dan bumi yang penuh misteri ini dapat kita mencari tahu  kebenarannya dengan melakukan penelitian-penelitian yang kita lakukan.  

Kita sebagai umat islam melakukan penenlitian tersebut diharapkan dapat membantu  manusia dalam mencari kemudahan hidup baik didunia maupun diakhirat dalam bidang apapun  termasuk teknologi. Selain banyak memuat tentang pentingnya pengembangan sains, Alquran  juga dapat dijadikan sebagai inspirasi ilmu dan pengembangan wawasan berpikir sehingga  mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam kehidupan. Hanya saja, untuk menemukan hal  tersebut, dibutuhkan kemampuan untuk menggalinya secara lebih mendalam agar potensi  alamiah yang diberikan Tuhan dapat memberikan kemaslahatan sepenuhnya bagi keselarasan  alam dan manusia. 

Kesimpulan :

Peluang AI menggeser posisi hakim di pengadilan menghadirkan manfaat dan  tantangan yang perlu diperhatikan secara serius. Dalam penggunaannya, perlu menjaga  keseimbangan antara efisiensi, keadilan, dan aspek hukum serta etika. Penting untuk  memastikan bahwa penggunaan AI didasarkan pada prinsip-prinsip yang memperkuat sistem  peradilan dan mendorong kepercayaan publik. Pandangan islam terhadap teknologi AI yang  berkembang saat ini merupakan sebuah hal yang lumrah, karena perkembangan zaman yang  semakin maju dan berkembang dan memang islam mengajarkan kita sebagai umatnya untuk  selalu mencari tahu semua kebenaran yang ada didunia ini sesuai dengan syariat islam yang  berlaku. Dan islam tidak pernah menutup diri untuk menerima modernsiasi dari sebuah  perkembangan zaman. Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi saat ini dapat kita  terima sebagai umat islam, selama masih sesuai dengan ajaran-ajaran islam yang bersumber  dari Al-Quran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Maka dari itu diharapkan profesi hakim tetap dijalankan  sepenuhnya oleh para praktisi hukum manusia yang cakap dalam bidangnya untuk menegakkan  keadilan.

Baca juga :   DAYA LEDAK TEKNOLOGI TERHADAP KREATIVITAS MASYARAKAT INDONESIA

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *