Apakah Kemajuan Teknologi Sudah Seimbang dengan Kemampuan Teknologi Masyarakat Indonesia?
Oleh : Siti Arum Sari
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kini teknologi mampu beriringan dengan kemajuan suatu negara. Kualitas negara dapat dilihat dari kemajuan teknologinya. Kemajuan teknologi tentunya memberi banyak impact pada setiap bidang kehidupan masyarakat dari mulai ekonomi, politik, sosial, budaya, bahkan pendidikan. Aktivitas yang didominasi oleh teknologi dapat bersifat komplementer, dengan begitu faktor teknologi dapat mempengaruhi sumber daya manusia, sumber daya alam dan modal (Haq, Mirajul; Perveen, Khalida; Amin 2017).
Badan Pusat Statistik mencatat peningkatan IP-TIK tahun 2020 di Indonesia tumbuh sebesar 5,08%, dihitung dari peningkatannya pada tahun 2019 dari angka 5,32 menjadi 5,59 di tahun 2020 pada skala 0-10. Dari ketiga subindex yang terhitung, penggunaan teknologi telah mengalami peningkatan lebih pesat dibanding subindex yang lain yaitu 10,10%.
Sumber: katadata
Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan terkait peningkatan jumlah pengguna internet sebanyak 7,78% pada saat pandemi Covid-19. Begitupun We Are Social mencatat sebanyak 204,7 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2022. Peningkatan penetrasi internet mencapai 50% dari total penduduk di Indonesia.
Maka pasca Covid-19, laju perkembangan teknologi menjadi signifikan. Hal ini mengacu pada transformasi digital yang meraup semua lingkup kehidupan. Sehingga mau tidak mau, sosialisasi IPTEK perlu disebarluaskan secara komprehensif pada masyarakat supaya masyarakat lebih mengenali eksistensi digital.
Peningkatan teknologi di Indonesia memang membawa selebrasi sekaligus kabar baik untuk kemajuan sumber daya manusia yang mempengaruhi masyarakat dari sisi
demografis. Namun stigma yang kerap muncul dari peningkatan teknologi di Indonesia yaitu banyaknya peningkatan pengguna dibandingkan dengan ahli teknologi. Jika hal ini terus terjadi, dikhawatirkan dapat menghambat keseimbangan antara ahli teknologi dengan penggunanya. Sedangkan indikasi teknologi dalam tantangan global dapat diatasi dari kompetensi teknologi masyarakat yang menyadari eksistensi teknologi serta mampu bergelut dengan ranah digital.
Dalam menjalankan transformasi digital, Kominfo membuat 4 kebijakan akselerasi transformasi digital, yaitu menyelesaikan pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang merata dan berkualitas. Akselerasi transformasi digital tentunya perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai. Hal ini termasuk upaya pemerintah dalam
melakukan pemerataan akses digital diseluruh wilayah. Menkominfo menyampaikan bahwa saat ini infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah terhubung dengan baik di seluruh wilayah Indonesia. Infrastruktur digital secara konkret terdiri dari tiga lapisan, yaitu tulang punggung (backbone); middle mile dan the last mile.
Namun, ketika peningkatan infrastruktur dibangun sedemikian rupa oleh pemerintah, mayoritas wilayah Indonesia dikabarkan masih banyak yang Gagap Teknologi. Data ini dirilis oleh kementerian Komunikasi dan informatika dalam Indeks Masyarakat Digital (IMD) tahun 2022. Pengukuran yang didefinisikan IMD diukur dari tingkat penggunaan digital pada kompetensi dan keterampilan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari maupun pekerjaannya.
Dalam hal ini, masyarakat perlu didorong untuk menyadari bahwa keseimbangan antara kemajuan perlu selaras dengan kemampuan. Dampak teknologi pada perkembangan pendidikan menguraikan kepentingan yang serius untuk proses komunikasi melalui informasi yang disajikan oleh guru kepada siswa dalam media yang tersedia (Oetomo dan Priyogutomo, 2004). Namun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyampaikan keterbatasan guru dalam kemampuan penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi masih terbatas bahkan mencapai 60%. Sedangkan pendidikan adalah Lembaga fundamental yang pada hakikatnya membentuk kualitas sumber daya manusia untuk mewadahi sekaligus mengasah kemampuan dasar sampai dengan kemampuan spesifik pada bidangnya.
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu dan pengetahuan, maka literasi yang mengandung pengetahuan termasuk peran penting dalam mendongkak dan memperbaiki
kualitas pendidikan di Indonesia. Namun yang diungkap oleh UNESCO terkait minat baca masyarakat Indonesia bisa dibilang sangat rendah bahkan hanya mencapai 0,0001%. Sedangkan fakta lain dari Lembaga Riset Digital Marketing Emarketer mengungkapkan perkiraan pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Kedua data ini menunjukan kurangnya minat baca di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya lebih aktif di sosial media dibanding mendalami bahan bacaan sebagai investasi diri. Padahal kedua aspek yang saling berkaitan tersebut perlu disorot untuk mendobrak Indonesia menjadi lebih baik dari segi pendidikan yang mencakup literasi serta kemampuan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Definisi gaya hidup yang direfleksikan oleh masyarakat Indonesia dapat terbentuk dari kebiasaan keseharian dimulai pada saat kecil hingga dewasa. Ada beberapa kebiasaan yang identik dengan masyarakat Indonesia sehingga dapat menciptakan segala spekulasi yang berdampak buruk untuk kemajuan negara dan peningkatan kemampuan teknologi di Indonesia. Stanford University, Amerika Serikat pernah melakukan penelitian pada 2017 mengenai data beberapa negara yang memiliki gaya hidup malas bergerak. Dan Indonesia masuk dalam daftar 10 besar negara paling malas di dunia dengan menduduki peringkat pertama dari 9 negara. Hal ini tentu dapat mempengaruhi pola hidup tidak produktif dan menghambat tercapainya cita-cita dan tujuan bangsa.
Teknologi Informasi yang maju hingga tahap ini tidak terlepas dari inovasi-inovasi yang dikembangkan oleh beberapa orang. Inovasi teknologi tidak terlepas juga dari penemuan sebelumnya yang diinovasi kembali agar dapat disesuaikan dengan era kehidupan. Namun di Indonesia sendiri hampir tidak banyak yang menguasai research dan development guna inovasi teknologi. Bambang Brodjonegoro Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) mengungkap ketertinggalan Indonesia dalam lembaga riset. Terhitung indeks inovasi global yang mencapai 29,72 dari skala 0 sampai 100, Indonesia hanya menempatkan posisi 85 dari 129 negara. Seperti yang dikatakan Raditya Kokasih sebagai Ketua Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Indonesia (APPDI) bahwa Indonesia sudah tertinggal jauh dalam mengesahkan aturan mengenai perlindungan data. Dengan demikian masyarakat perlu didorong untuk melakukan research dan development terhadap kompetensi yang dimilikinya terutama dalam bidang teknologi dan informasi.
Dengan demikian, dari data dan fakta yang terhimpun dapat disimpulkan bahwa kemajuan dan kemampuan teknologi di Indonesia masih belum berada pada titik
seimbang. Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakseimbangan tersebut seperti pendidikan yang belum maksimal untuk mempersiapkan guru agar lebih beradaptasi dengan teknologi digital sehingga peran guru sebagai penyampai informasi tentang pengetahuan dapat dikatakan belum maksimal apabila guru tersebut masih memaksa siswanya untuk bergelut dengan sistem belajarnya secara manual.
Degradasi minat baca akan berdampak serius dalam memperburuk pola pikir, meningkatkan gaya hidup malas, kurang pengetahuan, dan kurangnya rasa kompetitif dari negara lain. Maka dari itu, mulailah tanamkan rasa ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan agar dapat mengeskplorasi lebih jauh ilmu pengetahuan tersebut dari buku-buku yang dirasa sangat menarik dan berguna.
Selain itu kurangi rasa malas secara partikular terlebih dahulu untuk meningkatkan produktivitas. Mulai dari mengurangi aktivitas yang tidak bermanfaat dan lebih menghargai waktu. Susun target harian, mingguan, tahunan agar lebih bersemangat dalam melakukan kegiatan positif. Dan juga lakukan research dan development dari mulai membedah sesuatu yang menarik lalu susun kembali kedalam bentuk asalnya kemudian kembangkan dalam inovasi menurut kreatifitas diri sendiri.
Referensi
Astini, Ni Komag Suni. 2019. “Pentingnya Literasi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Bagi Guru Sekolah Dasar Untuk Menyiapkan Generasi Milenial.” Prosiding Seminar Nasional Dharma Acarya 1(2018): 113–20.
Danuri, Muhamad. 2019. “Development and Transformation of Digital Technology.” Infokam XV(II): 116–23.
Fatwa, Alyan. 2020. “Indonesian Journal of Instructional Pemanfaatan Teknologi Pendidikan Di Era New Normal.” 1: 20–30.
Haq, Mirajul; Perveen, Khalida; Amin, Baber. 2017. “Kemajuan Teknologi Dan Pembangunan Ekonomi.” Forman Journal of Economic Studies 13: 83–103. https://web.s.ebscohost.com/abstract?direct=true&profile=ehost&scope=site&autht ype=crawler&jrnl=1990391X&AN=128769404&h=t7kscmFgvsQ8IalcENDsCVD k7gA3wHfpez3zCuCPiWhxffmsT4fErDf%2BA4v7OMyX8Curr9BPbJSiiQ6XpR GaTw%3D%3D&crl=c&resultNs=AdminWebAuth&resultLocal=.
Moningka, Olivia et al. 2016. “BERANTAS GAPTEK DENGAN IPTEKS.” (11): 466– 75.
Perkembangan, Dalam, Teknologi Pendidikan, and D I Indonesia. 2019. “Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang 03 Mei 2019.” : 18–25.
Tarbiyah, Munirah Fakultas et al. “SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA: Antara Keinginan Dan Realita.” (36): 233–45.
Untuk, Komunikasi, Kemajuan Pendidikan, and D I Indonesia. 2005. “Miarso, Yusufhadi, 2005, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta 2. Diarsipkan Oleh PLS UM Untuk Imadiklus.Com.”
0 Comments