BANJIR RAWAN TERJADI, INDONESIA PERLU PERAN TEKNOLOGI
Karya : Ida Indarwati
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Email : idaindarwati11@gmail.com
Memasuki Era Society 5.0 menandakan peran teknologi dalam kehidupan semakin meluas. Teknologi tidak hanya berperan dalam meningkatkan kecepatan dalam memperoleh informasi ataupun mempermudah suatu pekerjaan. Teknologi juga berperan dalam mengatasi permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu masalah bencana alam banjir. Mengingat bahwa Indonesia menempati peringkat ke-37 dari 180 negara yang paling rentan mengalami bencana alam (Riset The World Risk Index tahun 2019). Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 3.494 peristiwa bencana alam di Indonesia sejak awal tahun hingga 29 Desember 2022 yang 43,% atau .1.506 kejadiannya merupakan bencana banjir.
Gambar 1. Foto udara kondisi banjir bandang yang melanda Perumahan Dinar Indah, Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (6/1/2023). (Sumber : detik.com)
Mengapa bencana banjir di Indonesia sangat tinggi ? Bencana banjir umumnya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor alam dan faktor ulah manusia. Faktor alam berupa curah hujan yang tinggi, pasang air laut dan menurunnya muka tanah. Sedangkan, untuk faktor manusia berupa kurangnya kesadaaran dalam pengelolaan sampah atau limbah, minimnya daerah resapan air, penggunaan lahan yang berlebihan, pendirian pemukiman di tepi kali dan sebagainya. Dari kedua faktor tersebut, manusialah yang menjadi faktor utama penyebab banjir.
Banjir tidak hanya membuat korbannya mengalami kerugian dari sisi ekonomi atau material saja, tetapi juga rugi secara nonmaterial, seperti : kesulitan mendapatkan air bersih, terganggunya aktivitas dan produktivitas masyarakat, masalah kesehatan, masalah psikis atau trauma, rusaknya infrastruktur, bahkan menimbulkan korban jiwa. Walaupun banjir sulit dihindari, namun bukan berarti bahwa bencana banjir tidak dapat dimitigasi. Menurut Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Dalam melakukan mitigasi banjir terdapat 3 langkah antisipasi yang harus dilakukan, yakni sebelum (prevention), saat (response/intervention), dan pasca bencana banjir (recovery). Keseluruhan tahapan mitigasi tersebut saling berkesinambungan dan akan berjalan dengan lancar apabila terdapat keseriusan dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat yang diiringi dengan optimalisasi peran penggunaan teknologi. Tahap yang paling ditekankan pada saat mitigasi yaitu pada saat pencegahan, supaya banjir tidak terjadi.
Lalu, apa saja teknologi yang perlu diadakan pemerintah untuk melakukan mitigasi banjir? Pelaksanaan mitigasi pada tahap pencegahan, selain menggencarkan larangan membuang sampah sembarangan, membersihkan Daerah Aliran Sungai (DAS), membangun kanal-kanal dan bendungan, melakukan penghijauan, dan tidak membagun pemukiman di bantaran sungai. Selain itu, penerapan teknologi juga memiliki andil penting dalam menagatasi banjir. Berikut beberapa teknologi ramah lingkungan yang telah digunakan oleh Indoensia dalam mengatasi banjir tetapi belum maksimal, sebagai berikut:
A. Alat pengelola sampah, seperti mesin pencacah plastik dan mesin pengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (mesin destilator atau pirolisis sampah) yang kerjanya mengandalkan prinsip destilasi. Pengadaan kedua alat ini diharapkan ditujukan kepada masyarakat terutama pengelola tempat pembuangan sampah (TPS) supaya selain dapat mengurangi sampah juga dapat menambah penghasilan.
B. Alat pendeteksi peringatan dini terjadinya banjir. Cara kerja dari alat ini umumnya yaitu dengan mengandalkan pelampung elektrik. Apabila aliran air mencapai ketinggian tertentu, maka pelampung tersebut akan naik dan menyalurkan energi yang menekan switch pada panel. kemudian panel tersebut secara otomatis memberikan signal peringatan suara kepada masyarakat.
C. CHCNAV Apache 3 merupakan alat yang dapat secara otomatis berguna untuk memetakan kondisi kedalaman bawah air dan sedimentasi bawah air.
D. Teknologi biopori, alat ini berupa lubang silinder yang dibuat vertikal dalam tanah untuk menyerap air pada tanah sehingga dapat mengatasi munculnya genangan air.
Selain alat di atas, berikut inovasi teknologi dari negara lain ketika terjadi banjir yang bisa diadopsi di Indoenesia, antara lain :
a. Water gate merupakan alat dari bahan PVC yang berfungsi untuk menahan air yang masuk dengan menstabilkan tekanan air ketika banjir.
b. WIPP ((Water Inflated Property Protector), alat ini merupakan tabung panjang dari bahan poliester berlapis vinil dengan panjang sekitar 45 m sebagai penghalang air yang masuk ke daratan, yang mana alat ini cepat digunakan dan dapat disimpan kembali.
b. Quick Dams, alat yang bahannya ramah lingkungan dan memiliki prinsip sama dengan WIPP
Pada akhirnya dalam mewujudkan keberhasilan dalam melakukan mitigasi perlu terjalin kerja sama yang serius antara masyarakat dan pemerintah yang diiringi dengan penggunaan teknologi yang sesuai sehingga diharapkan bencana banjir dapat diminimalisasi. Mari lakukan pencegahan sejak dini, karena banjir bukan masalah kecil yang hanya bisa dimaklumi !
Sumber :
http://www.litbang.pertanian.go.id/info-teknologi/4106/ diakses pada 13 Januari 2023.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-singkawang/baca-artikel/15315/Banjir-Bisakah-Dihindari.html diakses pada 13 Januari 2023.
https://www.its.ac.id/news/2005/03/15/pentingnya-teknologi-demi-kelestarian-lingkungan/ diakses pada 14 Januari 2023.
https://bpbd.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/beberapa-penyebab-terjadinya-banjir-47 diakses pada 13 Januari 2023.
https://www.widyatama.ac.id/atasi-masalah-banjir-mahasiswa-prodi-infomatika-universitas-widyatama-ciptakan-alat-deteksi-banjir-berbasis-iot-dan-cloud-computing/ diakses pada 13 Januari 2023.
0 Comments