KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT UNTUK MENUNJANG KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI KREATIF
Oleh : Della Rista Pratiwi
Wilayah Indonesia terbentang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Pasifik. Jika perairan di antara pulau-pulau digabungkan, luas wilayah Indonesia mencapai 5.180.053 km2 yang terdiri dari 1.922.570 km2 adalah daratan dan 3.257.483 km2 adalah laut. Jika dibandingkan antara luas daratan dan lautan, maka luas lautan di Indonesia mencapai 62% dari luas wilayah Indonesia sedangkan luas daratannya saja 37% dari luas wilayah Indonesia.
Bisnis perikanan tangkap tahun 2010 di Indonesia dinilai kesuksesan. Total potensi produksi perikanan Indonesia sekitar 65,1 juta ton/tahun berasal dari sumberdaya ikan laut sebesar 6,5 juta ton/tahun, sumber daya ikan di perairan umum (danau, waduk, sungai, dan rawa) 0,9 juta ton/tahun, budidaya laut 47 juta ton/tahun, budidaya tambak 5 juta ton/tahun, dan budidaya air tawar 5,7 juta ton per tahun. sementara China sekarang menjadi produsen perikanan terbesar di dunia, total produksi 56 juta ton pada tahun 2010 dan hanya memiliki potensi produksi tidak lebih dari 60 juta ton/tahun. Kapan dibandingkan dengan potensi lestari ikan laut dunia sekitar 85,33 juta ton, maka potensi ikan laut yang lestari sekitar 7,5% di wilayah Indonesia.
Angka produksi mencapai 5.384 juta ton atau naik 5,42%. nilai produksi perikanan tangkap pada tahun 2010 mencapai Rp 61,24 triliun, meningkat 13,56% dari 2009 (Rp 53,93 triliun). Target nilai produksi tahun 2010 adalah Rp 87,275 triliun. Jumlah ekspor meningkat dari 287.702 ribu ton menjadi 653.514 ribu ton. Pada tahun 2009, nilai ekspor sebesar Rp 603.403 juta dan pada tahun 2010 menjadi Rp 1.485 miliar. Menurut laporan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait peningkatan produksi perikanan budidaya 16,34%, dari 4.708.565 ton pada tahun 2009 menjadi 5.478.062 ton pada tahun 2010. Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat tingkat konsumsi ikan nasional pada 2021 mencapai 55,16 kg/kapita atau setara ikan utuh segar. Angka ini tumbuh 1,10% dibanding tahun
sebelumnya sebesar 54,56 kg/kapita setara ikan utuh segar. Target konsumsi ikan pada tahun 2024 adalah 62,5 kg/kapita setara dengan ikan utuh segar. Menurut Tebe, Indonesia dapat memberikan kontribusi besar dalam penyediaan pangan dari hasil perikanan budidaya. Indonesia saat ini tercatat sebagai negara penghasil perikanan budidaya terbesar kedua di dunia dengan volume produksi sebesar 14,8 juta ton, dan berdasarkan prediksi FAO, budidaya perikanan Indonesia akan tumbuh sebesar 26% pada tahun 2030.
Pengertian Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang ditunjuk sebagai makanan atau minuman untuk konsumsi manusia, termasuk bahan bahannya bahan tambahan makanan, bahan baku makanan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan pangan atau minum. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik kuantitas dan kualitas, aman, merata dan terjangkau. Memahami mengenai ketahanan pangan meliputi aspek makro yaitu ketersediaan pangan yang cukup; serta aspek mikro yaitu ketersediaan pangan bagi setiap rumah tangga untuk hidup sehat dan produktif.
Ketahanan pangan dihasilkan dari sistem pangan yang terdiri dari tiga sub sistem, yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, kelancaran distribusi pangan dan merata, serta mengkonsumsi makanan setiap individu yang bertemu kecukupan gizi dan prinsip kesehatan. Prinsip kebijakan ketahanan pangan yang harus diprioritaskan dalam pembangunan jangka Panjang itu adalah:
- mewujudkan sistem pengaturan perdagangan pangan yang adil, 2. Pengendalian konversi lahan,
- Meningkatkan produktivitas usaha makanan,
- Meningkatkan pengelolaan konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan seimbang,
- Meningkatkan mutu dan keamanan pangan,
- Mengantisipasi dinamika perubahan iklim dan Sumber air,
- Meningkatkan pengelolaan pertumbuhan penduduk,
- Mengembangkan aliansi solidaritas masyarakat untuk mengatasi kerentanan makanan.
UU No. 31 Tahun 2001 lahir atas dasar itu perairan di bawah kedaulatan dan yurisdiksi Republik Indonesia dan Zonanya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan laut lepas berdasarkan ketentuan internasional mengandung sumber daya ikan dan lahan budidaya potensi ikan yang menjadi kewajiban pemerintah memanfaatkannya untuk kesejahteraan dan kemakmuran orang Indonesia. Pengelolaan sumber daya ikan dilaksanakan berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup nelayan, pembudidaya ikan, dan atau pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan.
Dalam UU no. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya perikanan mencakup semua upaya meliputi proses terintegrasi dalam mengumpulkan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber daya ikan, serta pelaksanaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan, yang dilakukan oleh pemerintah atau kewenangan lain yang diarahkan untuk mencapai produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang disepakati. Namun UU No. 31 Tahun 2001 tentang Perikanan dinilai belum sepenuhnya mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan persyaratan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan.
Sekarang UU No.45 telah diundangkan2009 tentang Perikanan, semua kegiatan yang terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan hingga pemasaran diterapkan dalam bisnis keuangan.
Dari data statistik dapat diketahui jumlah produksi perikanan di Indonesia saat ini sekitar 4,8 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 78% atau sekitar 3,7 juta ton merupakan hasil produksi dari sektor perikanan laut. Dari total produksi ikan laut dan ikan segar hanya sekitar 4,8 juta ton 0,6 juta ton diekspor ke luar negeri. Pada tahun 1997 bidang perikanan mampu mengumpulkan devisa senilai US$ 2,05 miliar, atau meningkat sebesar tahun sebelumnya yang hanya mencapai
US$ 1,9 miliar. Peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan melakukan penelitian dan iptek di bidang kelautan dan perikanan, baik pengembangan teknis lebih aman budidaya, pakan, teknik memancing untuk mendapatkan kualitas dan kualitas yang baik. Dalam pelaksanaan ekspor komoditi perikanan, Indonesia menghadapi beberapa tantangan, termasuk kompetisi dari banyak negara lain yang mengekspor udang dan ikan laut. Produk ikan untuk pasar ekspor harus memenuhi standar kualitas ekspor, dan para Eksportir ikan harus dapat memenuhi pesanan dari pembeli di luar negeri, yaitu mampu mengekspor kuantitas dan kualitas produk ikan yang diminta pembeli luar negeri. Sisa produksi ikan dikonsumsi di dalam negeri atau digunakan sebagai umpan ikan atau diolah lagi menjadi tepung ikan, kerupuk, dan produk makanan lainnya, sekalipun jumlahnya produksi ikan per kapita sekitar 24 kg per tahun berdasarkan data Dirjen Perikanan, jumlah konsumsi ikan per kapita di Indonesia menurut data dari BPS, hanya sekitar 14 kg per tahun.
Masalah sarana dan prasarana jalan tidak memadai termasuk infrastruktur pelabuhan dan pusat pendaratan ikan, sumber daya listrik dan bahan bakar minyak yang terbatas. Selain itu sarana transportasi yang tidak mendukung konsekuensi biaya logistic meningkat dan berdampak pada harga ikan, illegal fishing dan penjualan antara kapal dan manajemen perikanan yang belum terjalin. Kendala lain adalah mengenai pembiayaan oleh lembaga keuangan belum maksimal karena sektor produksi perikanan meliputi resiko yang cukup besar. Memulai usaha di bidang produksi perikanan membutuhkan banyak modal. investasi modal besar diperlukan untuk menangkap ikan dengan nilai yang sangat rendah, ini membuat margin tipis yang artinya sangat mudah untuk masing-masing perusahaan dan industri secara keseluruhan untuk dinilai investasi tinggi. Karakteristik ini juga berarti perikanan saja menguntungkan ketika sejumlah besar ikan ditangkap, yang bisa hasil tidak hanya untuk overfishing, tapi Ini juga berdampak pada ekosistem.
Selain itu, konflik muncul dalam pemanfaatan sumber daya laut baik antara nelayan tradisional maupun nelayan komersial. konflik ini timbul karena adanya kesenjangan antara tujuan, sasaran, perencanaan, dan fungsi antara berbagai pihak yang terlibat. Perencanaan dari masing-masing sektor sering tumpang tindih dan bersaing ruang laut yang sama. Tumpang tindih perencanaan dan kompetisi
pemanfaatan sumber daya tersebut memicu munculnya konflik pemanfaatan di daerah pesisir.
Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Sumberdaya Perikanan Pemerintah pusat dengan pelaku usaha perikanan sebagai mitra kerja dapat bekerja sama dalam menegakkan peraturan tentang penjualan ikan agar-agar diatur. Implementasi peraturan pengelolaan perikanan pesisir masih didominasi oleh peran lembaga adat, tokoh informal, komunitas dan institusi lokal. Faktor pendukung dan yang mempengaruhi keberadaan sistem adat ini adalah kepercayaan dan struktur masyarakat, bentuk regulasi, intensitas dan teknologi perikanan, struktur pemerintahan desa, dan harga komoditas. Sistem Tradisi ini dapat dijadikan dasar untuk pengembangan co-management perikanan pesisir yang melibatkan masyarakat dan pemerintah.
Sejak 10 tahun terakhir, Indonesia semakin gencar tampil di forumforum perikanan regional dan Internasional. Saat ini, Indonesia adalah anggota aktif dari the Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission for the Conservation of Southern Blue Fin Tuna (CCSBT), FAO, APEC, South East Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC), Network of Aquaculture Centre in Asia Pacific (NACA), Asia Pacific Fishery Commission (APFIC), D-8, UNFCCC, WTO, Coral Triangle Initiatives (CTI) and Cooperating Non Member dari the Western and Central Pacific Fishery Commission (WCPFC). Pengaruh Indonesia di badan badan perikanan Internasional dan Regional semakin tampak.
Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini fokus pada pengembangan produk pakan ikan untuk mendukung pengembangan budidaya perikanan di Indonesia menjadi lebih kompetitif dan ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan konsep blue food sebagai solusi krisis pangan di masa depan. “Indonesia saat ini sedang fokus mengembangkan pakan ikan karena ini yang menekan biaya produksi. Ini tantangannya, bagaimana kita bisa menyediakan pakan dan bahan baku ikan yang cukup dan berkualitas. Sehingga biaya produksi bisa ditekan tapi tidak menurunkan kualitas produk dan hasil,” ujar Dirjen Perikanan Budidaya KKP TB Haeru Rahayu saat menjadi pembicara dalam forum ‘Blue Food for Inclusive
Growth – Ocean 20’ yang merupakan bagian dari KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022). .
Ada dua strategi yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk pengembangan produk pakan perikanan. Strategi jangka menengah (2021-2024) berfokus pada pemenuhan kebutuhan pakan ikan dengan mengoptimalkan kapasitas pabrik, meningkatkan produksi pakan ikan mandiri, dan mengutamakan bahan baku lokal. Sedangkan strategi jangka panjang (2025-2045) berfokus pada produksi pakan ramah lingkungan yang tidak merusak ekologi dan memastikan penerapan sertifikasi dan registrasi pakan secara total dan meningkatkan teknologi untuk mengola perikanan di masa yang akan datang. Dengan demikian Indonesia diharapkan dapat berswasembada produksi pakan ikan ramah lingkungan pada tahun 2045. “Dengan apa yang kami lakukan, diharapkan sektor perikanan budidaya mampu mendukung ketahanan pangan baik di dalam negeri maupun global,” ujar Tebe – sapaan akrab TB Haeru Rahayu.
(teknologi perikanan, Zamri, 2017)
Dari segi teknologi, mungkin kita bisa belajar dari negara di Eropa yang luasnya hampir sama dengan provinsi Jawa Barat: Belgia. Negara pemegang rekor dunia tanpa pemerintah ini berperan penting dalam memajukan budidaya karena perhatian besar pemerintah terhadap pengembangan Artemia, yang merupakan pakan hidup penting bagi kelangsungan hidup larva ikan dan udang. Ekspansi
produk komersial Artemia hasil pengembangan teknologi di Belgia telah merambah semua benua dan kita (Indonesia) termasuk negara dengan kebutuhan impor terbesar.
Beberapa teknologi budidaya yang sedang populer saat ini adalah Sistem Resirkulasi Akuakultur dan pengendalian mikroba dalam upaya pencegahan penyakit ikan. Kami telah mendengar tentang kedua sistem ini sangat umum, tetapi jika kami jujur, seberapa jauh kami melangkah? Baik sebagai sumber informasi atau hanya sebagai pengguna. Kita patut berbangga karena memiliki beberapa ahli yang mempelajari kedua bidang tersebut, namun dukungan yang tidak maksimal membuat perkembangan teknologi ini terkesan stagnan, dan pada akhirnya kita hanya puas sebagai pengguna.
Teknologi sistem resirkulasi sangat penting untuk terus dikembangkan dan diterapkan mengingat kondisi kualitas air kita yang semakin menurun. Seperti yang kita lihat di Kepulauan Riau, kegiatan industri dan pertambangan yang telah melampaui daya dukung lingkungan telah mengakibatkan banyak kematian ikan di beberapa sentra produksi perikanan budidaya. Beberapa daerah telah memasang teknologi ini, namun perlu dilakukan sistem pelatihan dan penelitian secara berkala yang lebih mengarah pada optimalisasi kualitas air yang dihasilkan dan efisiensi nilai ekonomis penerapan teknologi ini.
Untuk pengendalian mikroba di lingkungan budidaya, pemahaman komunikasi antar bakteri (Quorum sensing) menjadi dasar untuk menghasilkan beberapa bahan alami yang dapat menghambat komunikasi bakteri tersebut, yang biasa disebut dengan quorum quenching. Beberapa bahan alami, seperti: Furanon terhalogenasi yang diekstraksi dari alga makro D.pulchra atau bahan alami seperti Cinnamaldehyde. Kedua bahan ini memiliki kemampuan untuk menghambat komunikasi antar bakteri. Teknologi ini dapat diterapkan untuk mengurangi penggunaan antibiotik dalam sistem budidaya kita, karena seperti kita ketahui bersama bahwa penggunaan antibiotik secara massal yang tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan resistensi pada bakteri yang pada akhirnya tindakan pengobatan menjadi tidak efektif.
Pengelolaan perikanan di dalam wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dilakukan untuk mencapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta menjamin kelestarian sumber daya ikan. Beberapa kendala muncul dalam pengelolaan sumber daya perikanan, termasuk yang berkaitan dengan masalah penyimpanan (cold storage), penyediaan sarana dan prasarana jalan yang tidak memadai termasuk infrastruktur pelabuhan dan pusat pendaratan ikan, pasokan listrik dan bahan bakar minyak terbatas.
Selain sarana transportasi tidak mendukung mengakibatkan peningkatan biaya logistik dan dampaknya pada harga ikan, penangkapan ikan ilegal dan penjualan antara kapal dan pengelolaan perikanan yang belum matang. Kendala lain adalah mengenai pembiayaan oleh lembaga keuangan yang belum maksimal karena bidang produksi perikanan termasuk resiko tinggi cukup besar. Dalam menciptakan makanan sebagai ideologi, akuakultur melaksanakan kegiatan berupa peningkatan keamanan pangan (food safety) dari hulu-hilir, dan pengendalian mutu produk impor dan ekspor perikanan. Peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan melakukan penelitian dan iptek di bidang kelautan dan perikanan, baik pengembangan teknis lebih aman budidaya, pakan, teknik memancing untuk mendapatkan kualitas dan kualitas yang baik. Untuk menjamin kontinuitas produksi ikan laut dan ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri negara, perlu untuk mengembangkan perikanan melalui hasil budidaya sehingga tidak tergantung pada musim penangkapan ikan. Perkembangan produk budidaya dapat menyerap tenaga kerja, mendorong perluasan dan kesempatan kerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan peluang investasi dan pengentasan kemiskinan.
Jadi, untuk membangun perikanan budidaya tidak cukup hanya dengan mengandalkan potensi alam dan sumberdaya manusia. Namun kita juga harus menitik beratkan pembangunan dengan pengembangan dan penerapan teknologi sehingga produksi dapat ditingkatkan dan memiliki daya saing tinggi di dunia Internasional. Kita tentu berharap bahwa Indonesia dimasa mendatang dapat memainkan peranan penting dalam ekonomi internasional dan dapat meningkatkan
kesejahteraan ekonomi rakyat salah satunya melalui peningkatan hasil produksi perikanan budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
B.P. Resosudarmo, Subiman,N.I., dan B. Rahayu, 2000, The Indonesian Marine Resource: An Overview of Their Problems and Challenges, The Indonesian Quarterly, 28(3): 346.
Bappenas, Perspektif Strategi Pembangunan Perikanan Indonesia (2005-2010), 2005.
Kompasia, pentingnya teknologi untuk pembangunan perikanan. 2015 Tamsil Linrung, Kontribusi Perikanan dalam Menunjang Kedaulatan Pangan Indonesia, disampaikan dalam Seminar “menuju Indonesia Berdaulat Pangan”, 2011.
https://kkp.go.id/artikel/46761-kkp-beberkan-strategi-pengembangan-bluefood untuk-dukung-ketahanan-pangan-global-di-ocean-20
Lihat “Menyuarakan Perikanan Indonesia di Badan Pangan Dunia”, http://indroyono.info/index.php?option=com_content&view=article&id=7: expressing-indonesias-fishery-at-thefood-a-agricultural
organization&catid=1:news&Itemid=2&lang=id, diakses 3/3/11. “Nilai Produksi Perikanan RI capai Rp 61 triliun di 2010”, http://www.detikfinance.com/ read/2011/01/06/164402/1540782/1036, diakses 10/2/11.
0 Comments