KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT  UNTUK MENUNJANG KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI KREATIF 

Uploaded by ZakaFahmi

March 23, 2023

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT  UNTUK MENUNJANG KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI KREATIF 

Oleh : Della Rista Pratiwi 

Wilayah Indonesia terbentang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan  Pasifik. Jika perairan di antara pulau-pulau digabungkan, luas wilayah Indonesia  mencapai 5.180.053 km2 yang terdiri dari 1.922.570 km2 adalah daratan dan  3.257.483 km2 adalah laut. Jika dibandingkan antara luas daratan dan lautan, maka  luas lautan di Indonesia mencapai 62% dari luas wilayah Indonesia sedangkan luas  daratannya saja 37% dari luas wilayah Indonesia. 

Bisnis perikanan tangkap tahun 2010 di Indonesia dinilai kesuksesan. Total  potensi produksi perikanan Indonesia sekitar 65,1 juta ton/tahun berasal dari  sumberdaya ikan laut sebesar 6,5 juta ton/tahun, sumber daya ikan di perairan  umum (danau, waduk, sungai, dan rawa) 0,9 juta ton/tahun, budidaya laut 47 juta  ton/tahun, budidaya tambak 5 juta ton/tahun, dan budidaya air tawar 5,7 juta ton per  tahun. sementara China sekarang menjadi produsen perikanan terbesar di dunia,  total produksi 56 juta ton pada tahun 2010 dan hanya memiliki potensi produksi  tidak lebih dari 60 juta ton/tahun. Kapan dibandingkan dengan potensi lestari ikan  laut dunia sekitar 85,33 juta ton, maka potensi ikan laut yang lestari sekitar 7,5% di  wilayah Indonesia. 

Angka produksi mencapai 5.384 juta ton atau naik 5,42%. nilai produksi  perikanan tangkap pada tahun 2010 mencapai Rp 61,24 triliun, meningkat 13,56%  dari 2009 (Rp 53,93 triliun). Target nilai produksi tahun 2010 adalah Rp 87,275  triliun. Jumlah ekspor meningkat dari 287.702 ribu ton menjadi 653.514 ribu ton.  Pada tahun 2009, nilai ekspor sebesar Rp 603.403 juta dan pada tahun 2010 menjadi  Rp 1.485 miliar. Menurut laporan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait  peningkatan produksi perikanan budidaya 16,34%, dari 4.708.565 ton pada tahun  2009 menjadi 5.478.062 ton pada tahun 2010. Sementara itu, Kementerian Kelautan  dan Perikanan mencatat tingkat konsumsi ikan nasional pada 2021 mencapai 55,16  kg/kapita atau setara ikan utuh segar. Angka ini tumbuh 1,10% dibanding tahun 

sebelumnya sebesar 54,56 kg/kapita setara ikan utuh segar. Target konsumsi ikan  pada tahun 2024 adalah 62,5 kg/kapita setara dengan ikan utuh segar. Menurut Tebe, Indonesia dapat memberikan kontribusi besar dalam  penyediaan pangan dari hasil perikanan budidaya. Indonesia saat ini tercatat sebagai  negara penghasil perikanan budidaya terbesar kedua di dunia dengan volume  produksi sebesar 14,8 juta ton, dan berdasarkan prediksi FAO, budidaya perikanan  Indonesia akan tumbuh sebesar 26% pada tahun 2030. 

Pengertian Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber sumber  daya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang ditunjuk  sebagai makanan atau minuman untuk konsumsi manusia, termasuk bahan bahannya bahan tambahan makanan, bahan baku makanan dan bahan lain yang  digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan pangan atau  minum. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga  yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik kuantitas dan kualitas,  aman, merata dan terjangkau. Memahami mengenai ketahanan pangan meliputi  aspek makro yaitu ketersediaan pangan yang cukup; serta aspek mikro yaitu  ketersediaan pangan bagi setiap rumah tangga untuk hidup sehat dan produktif. 

Ketahanan pangan dihasilkan dari sistem pangan yang terdiri dari tiga sub  sistem, yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh  penduduk, kelancaran distribusi pangan dan merata, serta mengkonsumsi makanan  setiap individu yang bertemu kecukupan gizi dan prinsip kesehatan. Prinsip  kebijakan ketahanan pangan yang harus diprioritaskan dalam pembangunan jangka  Panjang itu adalah: 

  1. mewujudkan sistem pengaturan perdagangan pangan yang adil, 2. Pengendalian konversi lahan, 
  2. Meningkatkan produktivitas usaha makanan, 
  3. Meningkatkan pengelolaan konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan  seimbang, 
  4. Meningkatkan mutu dan keamanan pangan, 
  5. Mengantisipasi dinamika perubahan iklim dan Sumber air, 
  6. Meningkatkan pengelolaan pertumbuhan penduduk,
  7. Mengembangkan aliansi solidaritas masyarakat untuk mengatasi kerentanan  makanan. 
Baca juga :   MENGGABUNGKAN KEBIJAKAN TEKNOLOGI DAN KEBIJAKAN HUKUM ADAT UNTUK PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

UU No. 31 Tahun 2001 lahir atas dasar itu perairan di bawah kedaulatan dan  yurisdiksi Republik Indonesia dan Zonanya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)  Indonesia dan laut lepas berdasarkan ketentuan internasional mengandung sumber  daya ikan dan lahan budidaya potensi ikan yang menjadi kewajiban pemerintah  memanfaatkannya untuk kesejahteraan dan kemakmuran orang Indonesia.  Pengelolaan sumber daya ikan dilaksanakan berdasarkan keadilan dan pemerataan  dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan  peningkatan taraf hidup nelayan, pembudidaya ikan, dan atau pihak yang terkait  dengan kegiatan perikanan menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan.  

Dalam UU no. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Dijelaskan bahwa  pengelolaan sumber daya perikanan mencakup semua upaya meliputi proses  terintegrasi dalam mengumpulkan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,  pengambilan keputusan, alokasi sumber daya ikan, serta pelaksanaan dan  penegakan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan, yang dilakukan  oleh pemerintah atau kewenangan lain yang diarahkan untuk mencapai  produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang disepakati. Namun UU  No. 31 Tahun 2001 tentang Perikanan dinilai belum sepenuhnya mampu  mengantisipasi perkembangan teknologi dan persyaratan hukum dalam rangka  pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan.  

Sekarang UU No.45 telah diundangkan2009 tentang Perikanan, semua  kegiatan yang terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan  lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan hingga pemasaran  diterapkan dalam bisnis keuangan. 

Dari data statistik dapat diketahui jumlah produksi perikanan di Indonesia  saat ini sekitar 4,8 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 78% atau sekitar  3,7 juta ton merupakan hasil produksi dari sektor perikanan laut. Dari total produksi  ikan laut dan ikan segar hanya sekitar 4,8 juta ton 0,6 juta ton diekspor ke luar  negeri. Pada tahun 1997 bidang perikanan mampu mengumpulkan devisa senilai  US$ 2,05 miliar, atau meningkat sebesar tahun sebelumnya yang hanya mencapai 

US$ 1,9 miliar. Peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan melakukan  penelitian dan iptek di bidang kelautan dan perikanan, baik pengembangan teknis  lebih aman budidaya, pakan, teknik memancing untuk mendapatkan kualitas dan  kualitas yang baik. Dalam pelaksanaan ekspor komoditi perikanan, Indonesia  menghadapi beberapa tantangan, termasuk kompetisi dari banyak negara lain yang  mengekspor udang dan ikan laut. Produk ikan untuk pasar ekspor harus memenuhi  standar kualitas ekspor, dan para Eksportir ikan harus dapat memenuhi pesanan dari  pembeli di luar negeri, yaitu mampu mengekspor kuantitas dan kualitas produk ikan  yang diminta pembeli luar negeri. Sisa produksi ikan dikonsumsi di dalam negeri  atau digunakan sebagai umpan ikan atau diolah lagi menjadi tepung ikan, kerupuk,  dan produk makanan lainnya, sekalipun jumlahnya produksi ikan per kapita sekitar  24 kg per tahun berdasarkan data Dirjen Perikanan, jumlah konsumsi ikan per  kapita di Indonesia menurut data dari BPS, hanya sekitar 14 kg per tahun. 

Masalah sarana dan prasarana jalan tidak memadai termasuk infrastruktur  pelabuhan dan pusat pendaratan ikan, sumber daya listrik dan bahan bakar minyak  yang terbatas. Selain itu sarana transportasi yang tidak mendukung konsekuensi  biaya logistic meningkat dan berdampak pada harga ikan, illegal fishing dan  penjualan antara kapal dan manajemen perikanan yang belum terjalin. Kendala lain  adalah mengenai pembiayaan oleh lembaga keuangan belum maksimal karena  sektor produksi perikanan meliputi resiko yang cukup besar. Memulai usaha di  bidang produksi perikanan membutuhkan banyak modal. investasi modal besar  diperlukan untuk menangkap ikan dengan nilai yang sangat rendah, ini membuat  margin tipis yang artinya sangat mudah untuk masing-masing perusahaan dan  industri secara keseluruhan untuk dinilai investasi tinggi. Karakteristik ini juga  berarti perikanan saja menguntungkan ketika sejumlah besar ikan ditangkap, yang  bisa hasil tidak hanya untuk overfishing, tapi Ini juga berdampak pada ekosistem. 

Selain itu, konflik muncul dalam pemanfaatan sumber daya laut baik antara  nelayan tradisional maupun nelayan komersial. konflik ini timbul karena adanya  kesenjangan antara tujuan, sasaran, perencanaan, dan fungsi antara berbagai pihak  yang terlibat. Perencanaan dari masing-masing sektor sering tumpang tindih dan  bersaing ruang laut yang sama. Tumpang tindih perencanaan dan kompetisi 

Baca juga :   TEKNOLOGI SOFTWARE DEFINE NETWORK (SDN)

pemanfaatan sumber daya tersebut memicu munculnya konflik pemanfaatan di  daerah pesisir. 

Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Sumberdaya Perikanan Pemerintah  pusat dengan pelaku usaha perikanan sebagai mitra kerja dapat bekerja sama dalam  menegakkan peraturan tentang penjualan ikan agar-agar diatur. Implementasi  peraturan pengelolaan perikanan pesisir masih didominasi oleh peran lembaga adat,  tokoh informal, komunitas dan institusi lokal. Faktor pendukung dan yang  mempengaruhi keberadaan sistem adat ini adalah kepercayaan dan struktur  masyarakat, bentuk regulasi, intensitas dan teknologi perikanan, struktur  pemerintahan desa, dan harga komoditas. Sistem Tradisi ini dapat dijadikan dasar  untuk pengembangan co-management perikanan pesisir yang melibatkan  masyarakat dan pemerintah. 

Sejak 10 tahun terakhir, Indonesia semakin gencar tampil di forumforum  perikanan regional dan Internasional. Saat ini, Indonesia adalah anggota aktif dari  the Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission for the Conservation of  Southern Blue Fin Tuna (CCSBT), FAO, APEC, South East Asia Fisheries  Development Center (SEAFDEC), Network of Aquaculture Centre in Asia Pacific  (NACA), Asia Pacific Fishery Commission (APFIC), D-8, UNFCCC, WTO, Coral  Triangle Initiatives (CTI) and Cooperating Non Member dari the Western and  Central Pacific Fishery Commission (WCPFC). Pengaruh Indonesia di badan badan perikanan Internasional dan Regional semakin tampak. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini fokus pada pengembangan  produk pakan ikan untuk mendukung pengembangan budidaya perikanan di  Indonesia menjadi lebih kompetitif dan ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan  konsep blue food sebagai solusi krisis pangan di masa depan. “Indonesia saat ini  sedang fokus mengembangkan pakan ikan karena ini yang menekan biaya produksi.  Ini tantangannya, bagaimana kita bisa menyediakan pakan dan bahan baku ikan  yang cukup dan berkualitas. Sehingga biaya produksi bisa ditekan tapi tidak  menurunkan kualitas produk dan hasil,” ujar Dirjen Perikanan Budidaya KKP TB  Haeru Rahayu saat menjadi pembicara dalam forum ‘Blue Food for Inclusive 

Growth – Ocean 20’ yang merupakan bagian dari KTT G20 di Nusa Dua, Bali,  Senin (14/11/2022). . 

Ada dua strategi yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian  Kelautan dan Perikanan untuk pengembangan produk pakan perikanan. Strategi  jangka menengah (2021-2024) berfokus pada pemenuhan kebutuhan pakan ikan  dengan mengoptimalkan kapasitas pabrik, meningkatkan produksi pakan ikan  mandiri, dan mengutamakan bahan baku lokal. Sedangkan strategi jangka panjang  (2025-2045) berfokus pada produksi pakan ramah lingkungan yang tidak merusak  ekologi dan memastikan penerapan sertifikasi dan registrasi pakan secara total dan  meningkatkan teknologi untuk mengola perikanan di masa yang akan datang.  Dengan demikian Indonesia diharapkan dapat berswasembada produksi pakan ikan  ramah lingkungan pada tahun 2045. “Dengan apa yang kami lakukan, diharapkan  sektor perikanan budidaya mampu mendukung ketahanan pangan baik di dalam  negeri maupun global,” ujar Tebe – sapaan akrab TB Haeru Rahayu. 

(teknologi perikanan, Zamri, 2017) 

Dari segi teknologi, mungkin kita bisa belajar dari negara di Eropa yang  luasnya hampir sama dengan provinsi Jawa Barat: Belgia. Negara pemegang rekor  dunia tanpa pemerintah ini berperan penting dalam memajukan budidaya karena  perhatian besar pemerintah terhadap pengembangan Artemia, yang merupakan  pakan hidup penting bagi kelangsungan hidup larva ikan dan udang. Ekspansi 

produk komersial Artemia hasil pengembangan teknologi di Belgia telah merambah  semua benua dan kita (Indonesia) termasuk negara dengan kebutuhan impor  terbesar. 

Beberapa teknologi budidaya yang sedang populer saat ini adalah Sistem  Resirkulasi Akuakultur dan pengendalian mikroba dalam upaya pencegahan  penyakit ikan. Kami telah mendengar tentang kedua sistem ini sangat umum, tetapi  jika kami jujur, seberapa jauh kami melangkah? Baik sebagai sumber informasi atau  hanya sebagai pengguna. Kita patut berbangga karena memiliki beberapa ahli yang  mempelajari kedua bidang tersebut, namun dukungan yang tidak maksimal  membuat perkembangan teknologi ini terkesan stagnan, dan pada akhirnya kita  hanya puas sebagai pengguna. 

Baca juga :   Bahaya menggunakan pinjaman online yang harus anda pertimbangkan

Teknologi sistem resirkulasi sangat penting untuk terus dikembangkan dan  diterapkan mengingat kondisi kualitas air kita yang semakin menurun. Seperti yang  kita lihat di Kepulauan Riau, kegiatan industri dan pertambangan yang telah  melampaui daya dukung lingkungan telah mengakibatkan banyak kematian ikan di  beberapa sentra produksi perikanan budidaya. Beberapa daerah telah memasang  teknologi ini, namun perlu dilakukan sistem pelatihan dan penelitian secara berkala  yang lebih mengarah pada optimalisasi kualitas air yang dihasilkan dan efisiensi  nilai ekonomis penerapan teknologi ini. 

Untuk pengendalian mikroba di lingkungan budidaya, pemahaman  komunikasi antar bakteri (Quorum sensing) menjadi dasar untuk menghasilkan  beberapa bahan alami yang dapat menghambat komunikasi bakteri tersebut, yang  biasa disebut dengan quorum quenching. Beberapa bahan alami, seperti: Furanon  terhalogenasi yang diekstraksi dari alga makro D.pulchra atau bahan alami seperti  Cinnamaldehyde. Kedua bahan ini memiliki kemampuan untuk menghambat  komunikasi antar bakteri. Teknologi ini dapat diterapkan untuk mengurangi  penggunaan antibiotik dalam sistem budidaya kita, karena seperti kita ketahui  bersama bahwa penggunaan antibiotik secara massal yang tidak bertanggung jawab  dapat menimbulkan resistensi pada bakteri yang pada akhirnya tindakan  pengobatan menjadi tidak efektif.

Pengelolaan perikanan di dalam wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dilakukan untuk mencapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta menjamin  kelestarian sumber daya ikan. Beberapa kendala muncul dalam pengelolaan sumber  daya perikanan, termasuk yang berkaitan dengan masalah penyimpanan (cold  storage), penyediaan sarana dan prasarana jalan yang tidak memadai termasuk infrastruktur pelabuhan dan pusat pendaratan ikan, pasokan listrik dan bahan bakar  minyak terbatas.  

Selain sarana transportasi tidak mendukung mengakibatkan peningkatan  biaya logistik dan dampaknya pada harga ikan, penangkapan ikan ilegal dan  penjualan antara kapal dan pengelolaan perikanan yang belum matang. Kendala lain  adalah mengenai pembiayaan oleh lembaga keuangan yang belum maksimal karena  bidang produksi perikanan termasuk resiko tinggi cukup besar. Dalam menciptakan  makanan sebagai ideologi, akuakultur melaksanakan kegiatan berupa peningkatan  keamanan pangan (food safety) dari hulu-hilir, dan pengendalian mutu produk  impor dan ekspor perikanan. Peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan  melakukan penelitian dan iptek di bidang kelautan dan perikanan, baik  pengembangan teknis lebih aman budidaya, pakan, teknik memancing untuk  mendapatkan kualitas dan kualitas yang baik. Untuk menjamin kontinuitas produksi ikan laut dan ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri negara, perlu untuk mengembangkan perikanan melalui hasil budidaya sehingga  tidak tergantung pada musim penangkapan ikan. Perkembangan produk budidaya  dapat menyerap tenaga kerja, mendorong perluasan dan kesempatan kerja yang  dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan peluang  investasi dan pengentasan kemiskinan. 

Jadi, untuk membangun perikanan budidaya tidak cukup hanya dengan  mengandalkan potensi alam dan sumberdaya manusia. Namun kita juga harus  menitik beratkan pembangunan dengan pengembangan dan penerapan teknologi  sehingga produksi dapat ditingkatkan dan memiliki daya saing tinggi di dunia  Internasional. Kita tentu berharap bahwa Indonesia dimasa mendatang dapat  memainkan peranan penting dalam ekonomi internasional dan dapat meningkatkan 

kesejahteraan ekonomi rakyat salah satunya melalui peningkatan hasil produksi  perikanan budidaya.

DAFTAR PUSTAKA 

B.P. Resosudarmo, Subiman,N.I., dan B. Rahayu, 2000, The Indonesian Marine  Resource: An Overview of Their Problems and Challenges, The Indonesian  Quarterly, 28(3): 346.  

Bappenas, Perspektif Strategi Pembangunan Perikanan Indonesia (2005-2010),  2005. 

Kompasia, pentingnya teknologi untuk pembangunan perikanan. 2015 Tamsil Linrung, Kontribusi Perikanan dalam Menunjang Kedaulatan Pangan  Indonesia, disampaikan dalam Seminar “menuju Indonesia Berdaulat  Pangan”, 2011.  

https://kkp.go.id/artikel/46761-kkp-beberkan-strategi-pengembangan-bluefood untuk-dukung-ketahanan-pangan-global-di-ocean-20 

Lihat “Menyuarakan Perikanan Indonesia di Badan Pangan Dunia”,  http://indroyono.info/index.php?option=com_content&view=article&id=7: expressing-indonesias-fishery-at-thefood-a-agricultural 

organization&catid=1:news&Itemid=2&lang=id, diakses 3/3/11. “Nilai Produksi Perikanan RI capai Rp 61 triliun di 2010”,  http://www.detikfinance.com/ read/2011/01/06/164402/1540782/1036,  diakses 10/2/11.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *