LIDIGO (DIGITAL BOOK LITERACY): STRATEGI PENINGKATAN LITERASI  BACA BERBASIS TECHNOLOGY EDUCATION METHOD

Uploaded by ZakaFahmi

January 15, 2023

LIDIGO (DIGITAL BOOK LITERACY): STRATEGI PENINGKATAN LITERASI  BACA BERBASIS TECHNOLOGY EDUCATION METHOD GUNA MENANGANI  RENDAHNYA MINAT BACA BAGI GENERASI MILENIAL DI ERA SOCIETY 5.0  

Karya : Rosa Susanti  

Email : rosasusanti23@gmail.com

 Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan sebagai tuntunan segala kodrat yang ada pada  anak-anak tersebut agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan, yakni zaman  dan pembelajaran yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai  rintangan. Tahun 2045 menjadi tahun emas bagi negara Indonesia. Melihat peluang di masa  depan, Indonesia diharapkan dapat menjadi negara yang unggul, baik dari segi perekonomian,  pendidikan dan teknologi. Hal ini dikarenakan pada tahun 2045 Indonesia merupakan salah  satu negara yang mengalami bonus demografi. Akan tetapi fakta di lapangan berbicara lain.  Yaitu salah permasalahan minimnya minat baca pelajar yang telah menjadi perbincangan di  seluruh penjuru dunia.  

 Tragedi nol buku, demikian sastrawan senior Taufiq Ismail sampaikan dalam sebuah  audiensi dengan komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tahun  2010. Sebuah kalimat yang mewakili kondisi budaya baca rendah yang memprihatinkan. Hal  itu didukung sebuah fakta yang menjadi kontroversi dimuat dalam riset dengan tajuk World’s  Most Literate Nations yang dilakukan oleh Central Connecticut State University Amerika  Serikat yang dirilis pada awal tahun 2017, dimana Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61  negara partisipan survei dalam hal kemampuan literasi (Central Connecticut State University,  2017). Hasil Indonesia National Assesment Program di tahun 2016 yang dilakukan oleh Pusat  Penelitian Pendidikan (Puspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri  mengungkap data bawah rata-rata nasional distribusi literasi pada kemampuan membaca  pelajar di Indonesia adalah 46,83% berada pada kategori kurang, hanya 6,06% berada pada  kategori baik, dan 47,11% berada pada kategori cukup (P. Kemendikbud, 2017).  

 Data bisa menjadi tolok ukur sejauh mana perkembangan dunia pendidikan masih  minim atau telah maksimal. Proses penafsiran relaktivitas mampu menyebutkan perubahan perubahan terstruktur. Saat ini kita berada di era yang disebut sebagai revolusi industri 4.0  menuju society 5.0 dimana hampir setiap bidang pada sektor kehidupan menggunakan mesin  maupun teknologi yang terkoneksi dengan jaringan internet. Perkembangan teknologi  informasi semakin pesat sehingga mau tidak mau semua harus harus mengimbangi kemajuan 

teknologi. Mengambil data dari KOMINFO (Kementerian Informasi dan Informatika) pada  tahun 2014 silam, tercatat di daerah perkotaan hanya 13% dari anak remaja yang tidak  menggunakan internet, sedangkan di daerah perdesaan menyumbang jumlah 87%. Setidaknya  30 juta anak dan remaja di Indonesia memakai internet dan media digital. Penggunaan media  sosial juga menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari anak muda Indonesia.  Studi lain menyebutkan bahwa 98% anak-anak dan remaja yang disurvei mengetahui tentang  internet dan 79,5% diantaranya adalah pengguna internet.  

 Melansir dari Statistika, salah satu negara dengan pengguna internet tertinggi di dunia  adalah Indonesia; per-Juni 2019 dari total populasi yang berjumlah 260 juta, sebanyak 171,26  juta-nya adalah pengguna internet aktif. Diperkirakan 33 persen dari total populasi mengakses  internet dari ponsel mereka dan memperkirakan akan melonjak pada tahun 2023 menjadi 36  persen. Ini merupakan potensi sekaligus peluang besar diberbagai aspek. Akan tetapi minimnya  literasi di Indonesia menjadi momok serius bagi milenium. Disinilah seharusnya pelajar  milenial mengambil peran penting. Dalam satu tarikan napas pada biografi Bung Karno,  founding father bangsa ini beliau bercerita “Seluruh waktuku kugunakan untuk membaca,  sementara yang lain bermain-main, aku belajar, aku mengejar ilmu pengetahuan di samping  pelajaran sekolah.” Itulah kecintaan Bung Karno pada dunia literasi. “Hari ini pembaca, besok  jadi pemimpin” slogan tersebut saat benar seperti yang diterapkan oleh Bapak Proklamator, Dr.  Ir. H. Soekarno yang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.  Bahwa beliau mengisyaratkan begitu penting peran pelajar dalam mengubah kehidupan.  

Baca juga :   K-Pop Dalam Teknologi

 Ada dua peran pelajar untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam hal minat baca  yakni: berperan sebagai petugas knowledge transfer dari dunia pendidikan menuju luar pacu  pendidikan dan sebagai pelopor dalam pembentukan community development untuk memacu  dinamisasi kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah. Kata “membaca” kini bukanlah  senjata lagi, melainkan sekedar anjuran, ajakan, dan himbauan belaka. Selama 70 tahun sampai  saat ini, kita telah menelantarkan kewajiban membaca di sekolah-sekolah. Padahal bagi Umat  Islam, membaca adalah sebuah kewajiban dan merupakan perintah Allah SWT yang pertama.  Ini adalah tragedi besar, karena pada dasarnya membaca bukanlah omong kosong belaka.  Betapa dahsyatnya pengaruh membaca yang dapat diambil. Dengan demikian, semua bisa  dimulai dari: Guru/Dosen dengan memanfaatkan teknologi dengan pembentukan aplikasi  pembelajaran untuk mendukung pemerataan pendidikan sebagai gerbang awal merdeka belajar.  Banyak aplikasi pembelajaran yang tersedia di internet. Setiap aplikasi memiliki kelebihan dan  kekurangannya tersendiri sehingga harus bijak memilih aplikasi yang sesuai agar dapat 

memanfaatkannya secara maksimal dan berkelanjutan. Berbicara mengenai perkembangan  teknologi informasi membuat perubahan-perubahan paradigma. Tersedianya sumber informasi  digital dapat digunakan untuk mengakses informasi yang dibutuhkan sehingga mudahnya  format digital dalam kegiatan membaca perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.  

 LIDIGO merupakan sebuah aplikasi edukasi yang dapat dimanfaatkan oleh Mahasiswa,  Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sederajat hingga masyarakat umum untuk pembelajaran  terbuka. Aplikasi ini memiliki keunggulan dari segi fitur dan konten yang dapat memudahkan  pengajar dalam melaksanakan pembelajaran dan membekali pelajar untuk memiliki  kemampuan yang diperlukan pada tahun 2045 nanti. Aplikasi ini sangat cocok digunakan para  milenial yang ingin belajar secara mandiri. LIDIGO singkatan dari Digital Book Literacy bermakna bahwa aplikasi ini memiliki berbagai fungsi serba guna bagi perkembangan dunia  literasi, karena adanya fitur-fitur lain yang inovatif.  

 Untuk dapat menggunakan aplikasi LIDIGO mula-mula pengguna perlu mendaftarkan  diri terlebih dahulu. Terdapat pilihan daftar sebagai pengajar atau pelajar, lalu pengguna harus  mengisi identitas diri seperti nama, email dan nomor handphone, password serta meng-upload  foto profil. Pada aplikasi ini tersedia dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Inggris.  Selanjutnya setalah berhasil membuat akun akan muncul menu awal berupa home (beranda),  friends (teman), class (kelas), dan fun reading (gemar membaca). Pada menu beranda.  Pengguna dapat membuat notes (catatan) pembelajaran dan penyimpanan.  

 Khusus untuk pengajar, dalam menu berada terdapat history bahan ajar (modul, lembar  kerja pelajar, video pembelajaran, share link, bahkan animasi sekalipun), pertanyaan, tugas,  dan kuis yang dibuat pada menu class). Hal ini dapat di-share ke kelas lain, dengan begitu  dapat memudahkan pengajar untuk membagikan materi yang sama pada kelas yang berbeda.  Selain itu, terdapat pula alarm baca dan kalender digital dimana pengajar bisa mengatur waktu  dan menandai tanggal-tanggal penting selama satu tahun ajaran. Menu selanjutnya yaitu, gemar  membaca atau fun reading yang merupakan fitur unggulan pada aplikasi ini, dengan pembagian  menjadi dua sub menu.  

Baca juga :   Perkembangan Teknologi di Indonesia

 Sub menu pertama pada LIDIGO: berbicara mengenai literasi buku digital, literasi  digital identik dengan komunikasi. Bagaimana cara kita berkomunikasi dengan teknologi  melalui media sosial, alat-alat komunikasi atau jaringan yang memuat informasi untuk  mencapai kemajuan dalam proses pengembangan teknologi yang tak bisa dihentikan dan harus  terus berjalan bagi kegunaan umat manusia. Sedangkan buku diibaratkan sebagai “gudang” 

informasi yang bisa pelajar baca dalam bentuk apapun. Disebut perpustakaan digital yang  dimuat memiliki topik dari berbagai disiplin ilmu dan berita global agar bisa mendorong  kemampuan dan keterampilan pelajar dalam membaca serta merangsang pelajar untuk berpikir  kritis, mampu memecahkan suatu permasalahan dan berwawasan tinggi (Irianto dan Febrianti,  2020). Kedua, Sub Menu Reading Challenge: Pada menu ini, pelajar yang tertarik dapat  mengklik tombol “Daftar Reading Challenge”. Pelajar dapat membaca salah satu artikel yang  terdapat pada literasi buku digital atau sumber bacaan selama 15 menit setiap harinya. Setelah  itu, pelajar dapat mengisi format yang sudah disiapkan pada sub menu reading challenge. Pelajar akan diminta untuk mengisi judul bacaan. Lalu mengklik tombol “submit” agar  pengajar dapat mengontrol dan melihat sejauh mana pelajar bersungguh-sungguh dalam  melaksanakan challenge tersebut. Pengajar dapat melihat daftar pelajar dan laporan pencapaian  pelajar pada sub menu reading challenge yang pengajar miliki. Nantinya, pengajar akan  memilih 10 pelajar terbaik pada akhir tahun ajaran untuk menjadi duta literasi. Pengguna  dengan nilai tertinggi akan diberikan paket spesial mulai kategori buku hingga novel karya  penulis-penulis terkenal. Tinggi dan rendahnya tergantung pada banyaknya jumlah artikel dan  masa keaktifan. Adanya fitur ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pelajar  terkait dengan pentingnya membaca meskipun dalam waktu yang singkat. Fitur ini bersifat  opsional. Adanya feed back ataupun umpan balik dari pengajar, diharapkan dapat memicu  pelajar untuk memotivasi teman yang lainnya.  

 Menu selanjutnya adalah friends. Dalam menu ini, teman dapat ditambahkan melalui  Whatsapp, email dan nomor handphone. Terakhir, terdapat menu kelas berfungsi untuk  membuat kelas yang hanya diperuntukkan bagi pengajar. Pengajar akan mengisi nama, kelas,  dan menambahkan siswa yang sudah ditambahkan sebagai teman. Pada menu kelas ini terdapat  fitur pengingat kelas jika diaktifkan akan memberikan notifikasi dengan pilihan 5, 10 atau 15  menit sebelum kelas dimulai. Pada menu ini terdapat beberapa sub menu, diantaranya menu  Live Chat, Member, Actyvity, dan Achievement berbasis game.  

Aplikasi LIDIGO dapat digunakan oleh pengguna android dan iOS. Untuk membuat  aplikasi ini tentunya diperlukan tim dan kerja sama yang mendasar agar tetap tercipta dan  berkelanjutan. Secara garis besar ada beberapa bagian yang harus dipersiapkan yaitu database, interface, network, dan pemrograman. Bagian database bertugas dalam penyimpanan data,  dimana terbagi menjadi penyimpanan data untuk pengguna (identitas pengguna) dan  penyimpanan data aplikasi (file pendukung aplikasi). Pada bagian ini, keamanan pengguna  akan terus ditingkatkan dan menjadi prioritas utama. Bagian interface bertugas untuk membuat 

tampilan aplikasi yang unik dan menarik supaya pengguna merasa nyaman dan tidak bosan  dalam menggunakan aplikasi. Selanjutnya ada bagian network yang bertugas untuk  membangun jaringan agar dapat terhubung dan terkontrol. Sedangkan pada bagian  pemrograman memiliki tugas membuat dasar aplikasi agar dapat berjalan sesuai perintah dan  terencanakan.  

Baca juga :   Artikel Teknologi by Miranda Marsela Putri

 Memperhatikan data-data di atas tentang permasalahan budaya membaca di Indonesia  diperlukan upaya perbaikan demi tumbuhnya daya baca bangsa sehingga terbentuknya kualitas  bangsa. Berbagai fenomena terkait minat baca yang ada di Indonesia perlu untuk segera  diberikan solusi dengan memperbaiki sistem baca yang ada melalui beberapa tinjauan hingga  mencapai batas angka minal minat baca atau bahkan melampauinya. Seperti yang kita ketahui,  hidup adalah tentang menelusuri. Secara tidak sadar ataupun sebaliknya, kita selalu  mengeksploitasi pengetahuan namun jarang sekali mengaplikasikannya. Sama halnya dengan  sistem pendidikan yang membutuhkan wadah belajar untuk menghasilkan banyak perubahan.  Lingkungan hidup kerap dianggap sumbangan solidaritas kemanusiaan di tengah kehidupan  bermasyarakat. Semua implikasi disebabkan oleh “dosa” masa lalu proses pendidikan hingga  para milenial berlomba-lomba meyuarakan revolusi pendidikan dalam konsep belajar yang  rasanya pendidikan gaya lama masih sangat mendominan. Sebagai generasi penerus, penganti  generasi lama dengan berani mengawali dan mempertimbangkan risiko maka kita membuka  akses dan mencoba mengupgrade kondisi kedepannya tetap terkontrol. Sebagaimana kita  sebagai penyambung lidah harus berpartisipasi dalam gerakan #MerdekaBelajar dan menjadi  bagian dari kuasa penuh pemuda peduli pendidikan.  

 Tanpa adanya pendidikan maka kehidupan akan terombang-ambing, karena itu  diperlukan pioneer-pioneer yang siap menjunjungnya. Jikalau remaja tidak mengenal dan tidak  mampu melestarikan budaya literasi, maka literasi akan hilang mengikuti arus zaman. Aplikasi  LIDIGO dengan prinsip “Menembus Dunia Lewat Kata.” Mendukung Gerakan Indonesia dan  SABUSAKU (Satu Bulan Satu Buku) guna membekali pelajar di tahun 2045 mendatang.  Aplikasi ini dirancang untuk membantu para pengajar mendidik dan menyampaikan materi  tanpa mengesampingkan faktor keamanan. Secanggih-canggihnya solusi melalui teknologi,  jika tidak dimanfaatkan dengan baik tidaklah memberikan manfaat apapun. Oleh karenanya  kapabisitas dari kedua pihak perlu berkolaborasi dan saling terikat. Adanya gagasan  penggabungan dua konsep ini semoga dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia yang  memiliki potensi yang mudah yang mengubah untuk dapat dikembangkan ke ranah publik lebih  luas. 

DAFTAR PUSTAKA  

Broto, D. 2014. Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja Dalam  Menggunakan Internet, dilihat pada 10 Januari 2023,  https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3834/Siaran+Pers+No.+17-PIH KOMINFO 

22014+tentang+Riset+Kominfo++dan+UNICEF+Mengenai+Perilaku+Anak+dan+Re maja+Dalam+Menggunakan+Internet+/0/siaran_pers 

Central Connecticut State University. (2017). Wirld’s Most Litrate Nations. Retrived March 8,  2019, from Www.ccsu.edu webside:http://www.ccsu.edu?wmln/rank.html  

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana, 2004), 19.  

Internet Encylopedia of Philosophy, Albert Camus (1913-1960)”, diakses dari  https://www.iep.utm.edu/camus/ pada 15 Januari 2023.  

Irianto, P. O dan Febrianti, L. Y. (2017) ‘Pentingnya penguasaan literasi bagi generasi muda  dalam menghadapi mea’, The 1st Education and Language Internasional Conference  Proceedings Center for Internasional Language Development of Unissula (Online).  Tersedia di:http://jurnal.unissula.ac.id/indeks.php/ELIC/article/download/1282/989  (Diakses pada: 14 Januari 2023).  

Kemendikbud, P. (2017). Hasil Indonesian National Assesment Programme (INAP). Retrieved  March 11, 2019, from Puspendik.kemdikbud.go.id  website:https://pispendik.kemdikbud.go.id/inap-sd/  

Latip, A.E. (2015) Professional Learning untuk Indonesia Emas. Institutional Repository UIN  Syarif Hidayatullah Jakarta (Online) Tersedia di: repository.uinjkt.ac.id (Diakses pada:  14 Januari 2023)  

Nurhayati, H. 2020. Internet Usage in Indonesia – Statistic & Facts, dilihat pada 14 Januari  2023, httos://www.statista.com/topics/2431/internet-usage-in-Indonesia/. 

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *