Abad ke-21, Revolusi Teknologi 4.0, Kualitas Hidup Maju atau Mundur?
Oleh : Fhika Dyan Kartika
Sekarang ini, segala hal kerasa maju banget ya gais, canggih dan serba keren. Udah gak lazim perjalanan jauh jalan kaki atau naik kereta kuda, kita punya motor, mobil, atau bahkan pesawat terbang dan kapal pesiar sebagai moda transportasi. Kita juga udah nggak perlu gelap-gelapam karena sekarang ada lampu yang siap menyinari bumi dari gelapnya malam, juga listrik yang membuat barang elektronik bisa bekerja, robot-robot, mesin-mesin yang memudahkan kita dan membantu meringankan pekerjaan kita. Kulkas untuk menyimpan makanan, mesin cuci, setrika, TV, laptop, HP, dan elektronik canggih lain yang sudah nggak terhitung jumlahnya.
Tapi kebayang gak sih, apa harga yang harus kita bayar, atas segala kenyamanan dan segala kemudahan itu?
Aku percaya bahwa seluruh hal di bumi sudah diatur dengan suatu sistem tertentu dan ilmu pengetahuan adalah bahasa untuk memahami sebanyak mungkin hal yang terjadi. Lewat iptek kita bisa merangkai satu zat dengan yang lain, membuat reaksi baru, dan merakit ini itu hingga terciptalah sesuatu yang menakjubkan.
Figure 1Potret Kemajuan Teknologi
Kemajuan peradaban yang ada sekarang gak jauh-jauh dari kerangka berpikir manusia yang semakin kokoh dan canggih. Ilmu pengetahuan baru seperti tidak ada habisnya, terus muncul satu persatu, menghadirkan kehidupan yang lebih dinamis lagi nyaman yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Namun, satu yang aku pertanyakan.
Apakah keamanan dan kenyamanan yang kita rasakan sekarang nyata adanya?
Acapkali diberitakan, dibalik harga sayuran yang murah ada petani yang terseok-seok mengais makan akibat mahalnya pupuk dan biaya produksi dibanding harga jualnya di pasaran, tapi jika harga dinaikkan, ibu-ibu rumah tangga yang kesusahan. Entah disadari atau tidak, namun kenyataannya dibalik layar kehidupan yang nyaman terang damai dengan listrik, megahnya baliho-baliho, papan reklame, dan dinding bercahaya kota-kota besar sebutlah Jakarta, ada penduduk/masyarakat yang harus rela airnya keruh selalu dan tanahnya gersang akibat tambang batubara.
Ini bukanlah nyaman yang sebenarnya ingin kita rasakan bukan?
Teknologi. Apakah saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi, peradaban yang semakin maju kita memang mempermudah dan memperbaiki semuanya, atau malah perlahan-lahan merusak tatanan yang sudah ada?
Dahulu, ketika SD, mata pelajaran IPS, sambil terkantuk-kantuk aku mendengar penjelasan yang keluar dari celoteh guruku yang hikmat menerangkan tentang skala kebutuhan manusia, yakni primer, sekunder, tersier. Skala yang masih aku gunakan hingga saat ini untuk mengklasifikasikan sesuatu berdasar pada angka prioritasnya. Semakin penting sesuatu masuknya kebutuhan primer, tak perlu dipikirkan dengan amat serius masuknya tersier. Untuk yang menengah, kelas dimana kalau terpenuhi lebih bagus, jika tidak terpenuhi sedikit bikin susah, tentu jelas ada dalam skala sekunder yang biasanya aku berusaha semaksimal mungkin untuk menuntaskannya.
Namun, saat ini, kadang-kadang, yang kita lakukan sudah melebihi batas ketiganya. Bukan lagi sandang, pangan, papan yang kita khawatirkan, bukan juga sebatas keamanan, kesehatan, kebahagiaan. Namun juga pendapat orang lain, prestige, estetika, dan hal lain yang sebelumnya bukan utama. Termasuk mobilitas dan portabilitas hidup yang targetnya semakin lama semakin menggila.
Teknologi membuat seluruh hal, seolah dituntut untuk sampai pada batas maksimalnya, sumber daya dikeruk tanpa peduli dimana batasnya.
Padahal bukankah untuk menanam pohon saja kita harus memenuhi syarat tumbuh optimum agar pertumbuhannya bagus dan seragam? Pemberian pupuk tidak dianjurkan untuk sampai pada batas maksimal karena riskan membahayakan tanaman alih-alih menyehatkan. Lalu apa bedanya dengan kehidupan?
Dan manusia, mungkin saja sedang ada pada fase yang sama. Fase dimana maksimalitas dan sesuatu yang melebihi standar dianggap keren dan wah, Namun aku juga bingung, sebenarnya apa batas standarisasi dan normalisasi yang sebenarnya? Dalam segala hal. Bukankah manusia punya batas kepuasan yang berbeda-beda?
Apakah lembaga sertifikasi? Atau diri kita sendiri? Atau kitab yang ditulis dan takdir yang digariskan sang Ilahi.
Wallahu’allam.
Namun satu yang aku renungkan dan aku yakin kamu pernah memikirkan atau setidaknya terbesit sedetik-dua detik di kepalamu.
Kerusakan alam yang parah, dan berita bencana alam yang kian merebak hampir tak ada habisnya, mungkin bisa jadi pengingat. Jika kita terus serakah dan meminta lebih, amukan alam sangat mudah untuk membuat apa-apa saja yang kita bangun binasa dalam sekedipan mata. Teknologi memungkinkan kita untuk terus berkembang hingga lalai terhadap batas yang seharusnya.
Tsunami, gunung meletus, mungkin bencana alam yang tidak disebabkan ulah manusia. Namun runtuh dan amblasnya tanah akibat tambang, pencemaran sungai, banjir bandang, kerusakan iklim, menipisnya lapisan ozon, polusi udara, naiknya suhu bumi, badai el-nino, adalah tanggung jawab kita, harga yang harus dibayar dari kenyamanan yang kita dapatkan sekarang.
Terik matahari tahun ini dengan 50 tahun lalu, sangat beda. Bukan lagi hangat namun panas menyengat. Sampai Jumpa di 50 tahun lagi, dan ceritakan padaku bagaimana kondisi bumi.
Figure 2 Demonstrasi Kenaikan Suhu
Sekeras apapun climate change dsb disuarakan, jika dari dalam diri tak ada niat untuk benar-benar cinta bumi, sia-sia saja.. Sisakan asri di bumi, untuk anak cucu kita nanti. Melihat bagaimana teknologi berkembang dan penemuan baru dipublikasikan itu memang menyenangkan. Namun sekali lagi, sia-sia saja segala kemajuan teknologi, jika oksigen dan iklim yang nyaman sudah sulit untuk dicapai.
Ayo, selamatkan bumi dengan memahami secara bijak bagaimana caranya menghadapi kemajuan teknologi. Gunakan listrik secukupnya, scrolling sosial media secukupnya, lakukan riset tanpa menyakiti banyak orang dan merusak lingkungan. Teknologi memberikan maanfaat yang sangat besar dan pengaruh luar biasa dalam kehidupan kita, namun jika tidak digunakan secara bijak, juga dapat menimbulkan potensi pengaruh mengerikan yang luar biasa pula.
LAMPIRAN
Gambar 1.Figure 1Potret Kemajuan Teknologi
Sumber: c51c2631c037c0aa755fc342a202f655.jpg (720×702) (pinimg.com)
Gambar 2.Figure 2 Demonstrasi Kenaikan Suhu
Sumber: The kids are alright – a report from the Global Climate Strike in London | Dazed (dazeddigital.com)
0 Comments