FORCE: Hidroponik Terintegrasi IoT sebagai Optimalisasi Ketahanan  Pangan Nasional guna Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan 

Uploaded by ZakaFahmi

March 24, 2023

FORCE: Hidroponik Terintegrasi IoT sebagai Optimalisasi Ketahanan  Pangan Nasional guna Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan 

Disusun Oleh: Bambang Siswono Sudarsono 

Pada tahun 2050, dunia akan menghadapi gejolak permasalahan pangan  yang diakibatkan oleh lonjakan pertumbuhan penduduk yang diprediksi akan  mencapai 9,7 miliar jiwa. Jumlah tersebut merupakan 5 kali lipat dari total  penduduk saat ini (United Nations Department of Economic and Social Affairs,  2019). Desakan dari pertambahan penduduk beserta kegiatan ekonominya  menyebabkan dampak buruk seperti; (1) terjadinya degradasi lahan pertanian ke  non pertanian (pembangunan perumahan, pabrik, dan toko), (2) kualitas kesuburan  tanah yang semakin menurun akibat dampak dari kerusakan lingkungan, dan (3)  semakin menipisnya persediaan air akibat penggundulan hutan yang semakin  merajalela (Pendampingan Desa, 2022). 

Lumbung pangan sebagai cadangan pangan masyarakat memiliki peran  penting dalam menjaga ketahanan pangan yang bergerak dalam sektor terkecil yaitu  desa dan harus memastikan setiap rumah tangga memiliki kualitas pangan yang  baik. Kondisi saat ini banyak masyarakat yang masih kekurangan pangan dan  memiliki ketersediaan pangan dengan kualitas yang buruk. Bahkan data yang  dihimpun oleh Riset Oxfarm melalui situs resmi Oxfam yaitu www.oxfam.org.uk  menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi 83 dari 125 negara, dalam kategori  ketahanan pangan. 

Indonesia identik dengan tingkat kesehatan pola makan yang baik,  kecukupan pangan yang baik, keterjangkauan pangan yang cukup baik tetapi  memiliki kualitas pangan yang buruk. Ketidakmampuan masyarakat dalam  memenuhi kebutuhan pangan yang baik merupakan salah satu indikator  kemiskinan. Hal itu tentu berbanding terbalik dengan apa yang sering didengar  melalui berbagai kanal media yang menyatakan “Indonesia adalah negara kaya”.  Dengan demikian, terdapat indikasi bahwa lumbung pangan tidak menjalankan 

peran dengan semestinya. Karena saat ini, lumbung pangan hanya berfungsi sebagai  peminjaman dan pengembalian modal dalam bentuk natura, penggunaan pinjaman  untuk kegiatan konsumsi, dan modal kerja usaha tani. Dalam prosesnya, tidak ada  pendampingan bagi desa yang menyelenggarakan lumbung pangan sehingga 

Baca juga :   Internet of Things: Teknologi yang Memperluas Konektivitas Kita dengan Dunia by Fikri Haekal Akbar

aktivitas pertanian tidak termonitor dengan baik. Pada akhirnya banyak masyarakat  yang masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan, terutama kalangan  menengah bawah dan terjadi sejak pandemi COVID-19. 

Indonesia memiliki pasokan sumber daya alam yang tidak terbatas, namun  terbatas dalam menghasilkan sumber daya manusia yang mumpuni, terutama di  bidang pertanian sehingga sektor pertanian bukan menjadi sektor utama dalam  menyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB), tetapi menjadi sektor penopang  terbesar kedua bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat  Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) lapangan usaha pertanian atas dasar  harga berlaku (ADHB) mencapai Rp2,25 kuadriliun sepanjang 2021. Nilai tersebut  berkontribusi sebesar 13,28% terhadap PDB nasional. 

Sistem pertanian hidroponik telah diakui sebagai salah satu model yang  berkelanjutan, ramah lingkungan, dan menguntungkan untuk meningkatkan hasil  dan kualitas pertanian. Namun pada proses pelaksanaannya, diperlukan ketelitian  dan kecermatan dalam pengelolaan nutrisi hingga Ph tanaman. IoT (internet of  thing), sebuah infrastruktur yang menghubungkan objek virtual dan fisik,  mengabaikan jarak dengan berdasarkan eksploitasi data dan kemampuan routing  dapat menjadi solusi cerdas dalam mengoptimalkan sistem hidroponik (S.  Evdokimov, 2010). IoT sebagai salah satu teknologi yang paling maju dapat  menyediakan manajemen presisi dan navigasi cerdas untuk manajer dan pertanian  cerdas baik untuk menangani strategi yang baik maupun meningkatkan produksi  pertanian dan memaksimalkan efisiensi pertanian. 

Dengan semakin meningkatnya permasalahan ketahanan pangan nasional  maka optimalisasi di bidang pertanian harus segera dilakukan untuk mengatasi  permasalahan tersebut. Dalam rangka memberikan solusi pada masalah tersebut,  diperlukan pengembangan sistem terintegrasi dengan memperhatikan semua faktor  yang mempengaruhi produktivitas di setiap proses pertanian. Oleh karena itu, pada 

makalah ini peneliti membahas teknologi FORCE sebagai teknologi pengembangan  pertanian cerdas berbasis smart IoT. 

Baca juga :   Alasan trader tidak menggunakan linux

FORCE merupakan singkatan dari flexible controlled agriculture yang  bermakna pertanian terkontrol fleksibel. Pemilihan nama tersebut didasarkan pada  salah satu keunggulan produk, yakni menggunakan sistem otomatis sehingga  mudah digunakan para petani dalam mengoptimalkan hasil pertanian. Dikatakan  fleksibel sebab teknologi ini dapat melakukan pengaturan ph dan nutrisi untuk  berbagai macam tanaman secara otomatis. Hal ini dikarenakan FORCE memiliki  sistem database terkait ph dan nutrisi tanaman. 

FORCE dilengkapi dengan beberapa elemen, seperti pompa air dengan  relay sebagai aktuatornya (komponen untuk menggerakkan sistem), nodemcu  ESP32 sebagai mikrokontroler, sensor TDS sebagai pengukur nutrisi dalam air,  sensor Ph sebagai pengukur Ph air, DHT sensor sebagai pengukur suhu dan  kelembaban, pompa peristaltik untuk memompa larutan nutrisi, dan spray kabut  untuk menurunkan suhu yang tinggi. Selain itu, juga terdapat panel surya sebagai  sumber energi listrik FORCE dengan mentransformasikan sinar matahari menjadi  energi listrik sehingga sangat ramah lingkungan. 

Adapun cara kerja dari teknologi FORCE ini, yaitu (1) panel surya  mentransformasikan sinar matahari menjadi energi listrik; (2) sollar controller mengatur arus listrik yang disalurkan ke aki sebagai penyimpan energi listrik; (3)  tegangan yang masuk menghidupkan nodemcu ESP32 sebagai mikrokontroler dari  segala inputan data dari sensor dan terkoneksi ke aplikasi; (4) relay sebagai trigger tegangan yang masuk untuk menghidupkan dan menonaktifkan pompa air secara  otomatis dengan menerima data dari nodemcu ESP32; (5) pompa air mengalirkan  air dan nutrisi dari tangki nutrisi ke tanaman secara otomatis; (6) DHT sensor  memberikan data suhu dan kelembapan ke nodemcu ESP32, apabila suhu terdeteksi  tinggi di atas rata-rata maka secara otomatis spray kabut akan menyala untuk  menurunkan suhu ke suhu normal; (7) sensor Ph Memberikan data kadar ph larutan  ke nodemcu ESP3; (8) sensor TDS memberikan data nutrisi dalam larutan ke  nodemcu ESP32, apabila kadar nutrisi tidak sesuai dengan data kadar nutrisi  tanaman maka secara otomatis aktuator pompa peristaltic menyesuaikan kadar  nutrisi sesuai dengan database nutrisi tanaman; (9) aplikasi sebagai output yang  berfungsi sebagai monitor secara realtime dari data-data yang dihasilkan sehingga  para pengguna dapat memantau seluruh aktivitas yang ada di sistem hidroponik.  seperti penyesuaian ph dan nutrisi. 

Baca juga :   Pemanfaatan Teknologi Nuklir Untuk Deteksi Radon sebagai Prekursor Gempa Bumi

Dengan penerapan teknologi IoT (Internet of Things) pada sistem pertanian  hidroponik, maka parameter lingkungan pada sistem hidroponik bisa diakses dari  jarak jauh dan menghasilkan sistem hidroponik yang cerdas. Maka dari itu,  dalam penelitian ini peneliti merancang sebuah teknologi yang diberi nama  “FORCE” sebagai teknologi pertanian berkelanjutan dalam mendukung  optimalisasi ketahanan pangan nasional. Terdapat beberapa keunggulan dari  FORCE, yakni fleksibel dan mudah digunakan, hemat lahan, parameter-parameter  telah disesuaikan dengan kondisi lokal, efektif dan efisien dalam meningkatkan  hasil pertanian.. Diharapkan dengan adanya inovasi teknologi FORCE ini, dapat  membantu mensukseskan ketahanan pangan nasional dan mengoptimalkan kualitas  dan hasil pertanian di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA 

Admin. (2022). “Rekrutmen Pendamping Desa Tahun 2022”. Diakses dari  https://pendampingdesa.com/rekrutmen-pendamping-desa-tahun-2022/ 

Evdokimov, S., Fabian, B., Günther, O., Ivantysynova, L., & Ziekow, H. (2011). “RFID and the Internet of Things: Technology, applications, and security  challenges”. In Foundations and Trends in Technology, Information and  Operations Management (Vol. 4, Issue 2).  https://doi.org/10.1561/0200000020 

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara  Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara  Nomor 5360). 

United Nations Department of Economic and Social Affairs. (2019). “Growing at  a slower pace, world population is expected to reach 9.7 billion in 2050 and  could peak at nearly 11 billion around 2100”. Diakses dari  https://www.un.org/development/desa/en/news/population/world 

population-prospects-2019.html

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *